Wanita malam.
Itu adalah ungkapan lama yang biasa diucapkan ibuku. Kami berkendara ke kota dan ibuku akan menunjuk jarinya dengan kuku yang panjang dan terawat.
“Lihat. Wanita malam,” inuku akan tertawa.
Kami akan terus berkendara dan dia akan terus menunjuk mereka. Dia akan terkekeh setiap saat.
Para wanita itu tampak seperti orang yang bekerja di pabrik. Sebagian pasif, sebagian bosan, dan sebagian kesal. Keputusasaan yang mereka simpan untuk saat mereka tiba di rumah dan ada botol-botol minuman dan ganja.
Kekasih ibuku melakukan pelecehan terhadapku ketika umurku empat belas tahun. Aku tidak tahan lagi, maka aku kabur. Tanpa uang dan pekerjaan, yang tersisa hanyalah tubuhku.
Seorang muncikari menemukanku mengais tempat sampah di KFC.
Dia menerimaku. Memberiku makan. Membersihkanku. Dia bahkan membayar untuk menikur dan pedikur-ku. Aku tinggal dengan gadis-gadis lain di sebuah kamar apartemen. Dia menyuruhku menonton seorang gadis dijemput oleh seorang pelanggan.
“Lihat, gampang, kan? Kamu Anda akan mendapatkan sebagian keuntungan. Kita semua satu tim di sini. Kerja tim membuat mimpi menjadi kenyataan.”
Pukul empat sore keesokan harinya, aku sudah berada di jalanan. Tidak seorang pun memperhatikanku sampai hari mulai gelap. Aku melakukan lima trik malam itu.
Aku menangis ketika kami berkendara kembali ke apartemen. Aku tidak ingin menjadi wanita malam.
Aku ingin berjalan di bawah sinar matahari. Bebas dan aman. Aku ingin berjalan di bawah sinar matahari dan tidak menjadi sasaran lelaki mata keranjang.
Tidak lama lagi ibuku akan melihatku.
Aku tahu dia akan tertawa.
Cikarang, 9 November 2024
Note: Terima kasih kepada Panitia Kompasianival 2024 yang telah memberikan voucher Kompasiana Premium 3 Bulan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI