Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 103: Beban Dunia

30 Juli 2023   10:33 Diperbarui: 30 Juli 2023   10:35 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Kau takkan paham arti stres yang sebenarnya sampai kau benarf-benar merasakannya," katanya di sela-sela kepulan asap rokok elektriknya.  Rasa Terang Boelan.

Beban seberat seribu ton yang menekan kau. Mempbuat kau gepeng. Menghimpit bagian tubuh yang kau tak tau keberadaannya. Bagian buruk. Bagian yang jelek dan asing. Tetapi dengan beban yang menekanmu, tak ada yang dapat kau lakukan selain melihat bagian aneh dari diri kau bocor keluar, merembes ke segala arah yang berbeda. Yang bisa kau lakukan hanyalah mencoba bernapas karena semua yang mengelilingi kamu seperti mencoba menenggelamkanmu dalam beton cor... "

Suaranya memudar saat dia menarik napas dalam-dalam. Lampu rokok elektriknya menyala, seperti. Pemirsa terdiam. Tidak ada tanggapan.

Sunyi senyap.

Mungkin karena kulkas dan meja di dapurnya. Air pencuci piring juga, di latar belakang. Pacarnya keluar dengan teman-temannya malam ini, mungkin hal yang baik. Dia bukan kawan yang menyenangkan hari ini.

"Bahkan wajahku terasa berbeda. Ekspresiku telah berubah. Aku berjuang untuk tersenyum dan menggerakkan kepalaku. Leherku seperti ada batang baja yang nyantol di dalam. Caraku berpikir tentang waktu bergeser ke titik referensi kapan sekarang dan selanjutnya.

Aku sekarat, satu ton tiap satu waktu, di bawah ekspektasi, risiko, dan harapan apa pun yang pernah kupegang teguh tapi tak pernah kusadari.

Masih diam. Seisi dapur tidak menjawab.

"Kau benar," katanya, meremas wajahnya menjadi seringai yang dibuat-buat, "aku harus keluar."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun