Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dunia Tetap Berputar

18 Agustus 2025   14:14 Diperbarui: 18 Agustus 2025   13:33 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: pekanbaru.go.id

Dunia Tetap Berputar

Baharuddin memperhatikan anak-anak menghilang dari kejauhan. Itu adalah rumah terakhir di jalan tersebut, dan bagian hutan yang panjang masih tersisa sebelum jalan utama. Dia menyukai kedua bajingan kecil itu.

Setelah selesai melemparkan kantong sampah ke dalam truk, mereka akan memacu truknya di jalan sampai Prambodo Tua, sang pengemudi, menyalakan mesin truk dan meninggalkan lokasi.

Perjalanan mereka masih panjang, tapi puncak dari rute tersebut sudah lewat. Anak-anak itu selalu membuatnya tersenyum.

***

Dia ingin sekali tersenyum pada hari pengambilan berikutnya, tetapi hal itu tidak mungkin terjadi. Anak-anak tidak ada di luar, dan Baharuddin sendiri mengenakan masker bedah yang diberikan kepadanya oleh Dinas Kebersihan. Perintah lockdown sangat ketat, jalanan sepi. Tentu saja ibu mereka tidak akan membiarkan mereka bermain di luar sepanjang hari, bahkan di jalan buntu yang sepi di pinggiran kota. Setiap pintu rumah di jalan tertutup rapat. Pintu garasi juga ditutup dan alat penyiram tanaman dimatikan.

Bahkan warga tampak takut untuk membuang sampahnya. Itu menyebalkan. Botol kosong dan plastik makanan saat ini akan menjadi mimpi buruk di lain waktu atau kapan pun mereka memutuskan bahwa menghilangkan bau sarden atau mi rebus instan dari rumah mereka lebih besar daripada potensi risikonya.

"Satu lagi kosong," Cholik, rekannya di belakang truk, berseru ke Prambodo. "Lanjut."

Saat itu adalah hari yang kelabu, salah satu sore di musim kemarau ketika alam tidak bisa memutuskan apakah ia ingin memberikan sedikit hujan atau cuaca terik selama beberapa minggu lagi.

Dan dia memakai masker.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun