Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Part 32)

30 Januari 2023   16:38 Diperbarui: 30 Januari 2023   16:41 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Plan B?" tanya Miko yang sedang mencuci sandalnya yang berlumpur di air.

"Ya. Kita bisa mengikuti sungai jika bantuan tidak datang. Dengan cara itu mungkin kiat akan sampai ke peradaban, seperti desa atau semacamnya." Zaki berlutut dan memutar-mutar tangannya di dalam air. Dia mungkin telah sampai pada kesimpulan bahwa ini adalah air terdekat yang akan mereka dapatkan dibandingkan wastafel, bak mandi, atau bahkan shower.

"Gue sih, setuju," kata Miko.

Tiwi mencelupkan tangannya ke sungai yang sejuk dan membilas lengan dan wajahnya, lalu memercikkan air ke semua noda kotoran di bajunya. Lendir laba-laba hijau kotor langsung keluar, dan itu adalah hal yang baik, karena pikiran tentang usus laba-laba yang menempel padanya membuatnya muntah. Toh, dia bukan Lara Croft.

Tatapan Zaki beralih padanya. "Gimana menurut lu tentang rencana gue?"


"Kedengarannya seperti Plan B bagiku, selama kita tidak bertemu lagi dengan laba-laba."

Tiwi menggigit bibir saat sebuah pikiran muncul di benaknya. Mengikuti sungai itu tidak akan membantu mereka sedikit pun jika pulau ini tidak berpenghuni, tapi dia yakin itu bukan masalah. Mereka akan segera diselamatkan. Orang tuanya akan mencari tanpa henti, bagai duri di bokong Penjaga Pantai. Kecuali...Tunggu! Apakah Tim SAR bisa sampai sejauh ini? Mungkin itu akan menjadi tugas Angkatan Laut. Mama dan papanya akan menekan seseorang laksamana sampai putri mereka ditemukan.

Saat Tiwi membungkuk untuk mengikat tali sepatu, sebuah benda keras terjepit di pinggulnya. Dia merogoh saku dan mengambil ponselnya. Jantungnya berdebar kencang. Dia lupa bahwa dia membawa ponsel. Jika berhasil, maka tidak perlu masak air, membelah kelapa atau Plan B atau apa pun!

Meski menekan tombol ON berkali-kali, layar tetap hitam. Tidak berfungsi.

Tiwi ingin menangis dan menjerit dan melemparkan ponsel yang tidak berguna ke sungai, semua pada saat bersamaan. Bahkan mungkin menginjak-injaknya hingga berkeping-keping.

"Mati... garang-gara terendam air," jeritnya putus asa.

Bahu Miko terangkat. "Jadi gue rasa kita belum bisa order pizza."

"Aku lebih suka menghubungi pembasmi hama."

Tiwi kembali menyeringai dan melepas baterai ponsel, lalu mengeringkan ponsel dengan bajunya yang basah. "Masih ada kemungkinan ponsel ini masih bisa dipakai. Tinggal berharap dan menunggu. "

Bersandar di pohon, Miko menghela napas. "Apa itu penting? Nggak mungkin kita mendapatkan sinyal di negeri antah berantah."

"Kita masih bisa menggunakannya untuk memberi sinyal pada pesawat penyelamat," kata Zaki.

Miko memberinya tatapan bingung. "Padahal mati, gimana caranya?"

Zaki meraih ponsel Tiwi dan menggerakkan jari-jarinya di atasnya. "Bagian luarnya berwarna perak. Matahari akan memantulkannya, dan kita mungkin bisa memberi sinyal pada pesawat. Kilatan cahaya dapat dilihat dari jarak tujuh puluh kilometer."

"Betulkah? Sejauh itu?" tanya Tiwi.

"Ya, dan lu juga bisa pakai apa aja yang mengkilap, seperti ikat pinggang atau tempat minum." Zaki mengembalikan ponsel ke Tiwi. Gadis itu menyelipkan ponsel dan baterai ke dalam saku.

"Tidak ada orang lain yang aku lebih suka terdampar bareng selain kamu, Zak."

Zaki melingkarkan tangannya di tubuh Tiwi. Tiwi bisa merasakan jantung Zaki berdegup kencang. Cowok itu penampilannya saja yang kalem, tapi dia tahu Zaki ketakutan setengah mati.

"Nggak lama lagi kita sudah samapi di rumah," kata Zaki meremas bahu Tiwi.

"Lebih cepat lebih baik."

Tiwi menahan isak, tahu bahwa menangis hanya akan memperburuk keadaan. Dia harus tetap kuat.

"Baiklah teman-teman, jadi apa hal pertama yang harus dilakukan sekelompok orang tersesat untuk bertahan hidup?"

"Temukan bola voli dan beri nama Wilson?" balas Miko merujuk pada film Castaway.

Tiwi menyeringai. "No way, Tom Hanks."

Zaki menyibakkan rambutnya yang hitam dari matanya dan tersenyum. "Nyalakan api."

Sambil menyeringai, Tiwi menjawab, "Nah, kamu ngerti."

Senyum Zaki semakin lebar.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun