Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidak Ada Pesan

24 Januari 2023   12:05 Diperbarui: 24 Januari 2023   15:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://scrubbing.in/9-common-covid-19-vaccine-hesitations-and-how-to-respond-to-them/frustrated-hipster-girl-casual-dressed-have-serious-telephone-co

Wanita itu menjawab pada dering kedua. Manajernya sangat ketat dengan aturan untuk itu.

"Selamat siang," katanya, dengan nada resmi. Lelaki penelepon meluncurkan kata-kata kasarnya sebelum dia punya waktu untuk bertanya bagaimana dia bisa membantu.

Berapa kali dia menyuruhnya untuk memeriksa semua jendela sebelum dia meninggalkan rumah? Siapa pun bisa masuk dan merampok seluruh isinya.

Perutnya mulas ketika dia mengingat kecerobohan. Dia tenggelam ke kursi saat dia menawarkan permintaan maaf, menutupi telinganya yang bebas dari kebisingan suara printer. Dia merasa pipinya panas.

"Perempuan bodoh,"' kata si lelaki dari seberang telepon. Dia tidak memberikan perlawanan. Matanya bergerak gelisah ke sekeliling ruangan. Dia merasakan telinga rekan-rekannya yang mengembang, mencoba menangkap gosip.

"Maaf," bisiknya lagi.

"Maaf," si lelaki meniru dengan suara mengejek bernada tinggi yang tidak terdengar seperti suaranya.

"Apa gunanya minta maaf?" bentak si lelaki. Ada keheningan yang tidak bisa dia isi. Ketika dia berbicara lagi, kemarahannya hilang. Hanya ada keputusasaan sekarang. Dia mengira si wanita juga menyesal tentang semua hal lainnya.

Teleponnya basah oleh keringat, dan hampir terlepas dari tangannya. Dia menelan ludah beberapa kali.

"Hal lain apa?" tanyanya. Dia menghela napas, dan membayangkan si lelaki menutupi matanya dengan tangan kosongnya. Lelaki itu mengatakan padanya untuk tidak berpura-pura dia tidak tahu apa yang dia bicarakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun