Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XII)

26 November 2022   12:00 Diperbarui: 26 November 2022   12:07 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sepertinya kamu sudah terlalu lama bergaul dengan mereka, Sayang."

Sudah berapa lama huru-hara terjadi di Werlang?

Ini saatnya untuk memanggil bala bantuan.

Malin menarik tali yang tergantung di belakangnya. Tali itu tersambung ke tempat tetangga dan temannya, mantan pemburu kepala dari Badan Otoritas Persemakmuran Suku-Suku Dunia Timur. Di ujung sana sebelah sana tergantung beberapa batok yang akan membuat suara berisik, yang artinya "Dikker, segera ke sini."

Mantan pemburu buronan yang kini menjadi syahbandar pelabuhan Langkaseh itu tidak membalas panggilannya, yang menggunakan cara serupa. Hanya saja di bagian kedai berupa lembar-lembar kain kecil tergantung di dekat jendela.

Malin mencoba lagi sambil matanya terus mengawasi si Napas Air. Tidak ada yang tahu bagaimana betina itu bertindak untuk memuaskan kecanduan tuaknya selanjutnya. Dia menarik tali komunikasi Dikker untuk ketiga kalinya. "Hantooom!" akhirnya dia berteriak semampu paru-parunya menyemburkan udara.


Dikker tidak menjawab.

"Sayang, keliahtannya temanmu tidak ada di rumah. Bisa jadi karena teman-temanku sudah bertemu dengan teman-temanmu dan sekarang mereka sedang bersama-sama. Ya. Teman-temanmu akan kmari, tetapi bukan karena kamu yang memintanya."

Anak rambut di tengkuk Malin berdiri. Sekarang suara derap kaki semakin mendekat mengguncang permukaan tanah.

"Diamlah, Sayang. Aku sudah muak dengan omong kosongmu."

"Namaku Kordalira. Ingat baik-baik. Siapa tahu kamu hidup cukup lama untuk menceritakan kembali kejadian hari ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun