Opik melompat dari ranjang, mengabaikan seprai yang kusut masai. Opik menggenggam kepalan Tyas, tapi matanya terus menatap ke lantai.
"Hei. Enggak masalah."
Tyas memberinya tatapan tajam dari bawah alis yang melengkung.
Tangannya meraba-raba lengan Tyas. "Rasanya seperti membuka kado."
Bibir Tyas berkedut hampir tersenyum, dan Opik mundur. Jari-jarinya sudah membuka pengait sabuk. Satu demi satu, jatuh ke lantai. Ketika hanya yang terakhir yang tersisa, dia kembali menghadap lemari.
Opik di belakangnya menyelipkan tangannya di bawah atasannya, meraba kulit mulus.
"Aku yakin yang ini harus tetap bertahan," gumam Tyas.
"Tidak untuk apa yang ada dalam pikiranku."
Akhirnya, senyum tulus muncul di wajah Tyas.
Opik menempalkan ciuman ke keningnya. Tyas bersandar di dadanya.
"Apakah kamu ingin aku mengantarmu?"