Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Nelayan di Ujung Dunia

3 September 2022   16:00 Diperbarui: 3 September 2022   15:59 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada suatu tempat di dunia ini di mana jiwa-jiwa yang kesepian pergi. Mereka tertarik untuk pergi ke sana. Mereka perlu berada di sana. Tempat yang sunyi. Tempat yang gelap. Tempat yang tenang di ujung dunia. Tempat yang memanggil mereka untuk itu.

Di tempat misterius ini, air yang tenang mengalir perlahan di bawah sinar bulan abadi saat kabut melintas dan bintang-bintang tertidur selamanya di langit malam.

Ada cerita tentang tempat ini yang tidak jelas seperti awalnya.

Dikatakan bahwa ketika jiwa kesepian pertama menemukan jalannya ke tempat ini, sudah ada seseorang di sana.

Mereka tinggal di mercusuar kecil yang menghadap ke ujung dunia. Perairan tengah malam yang gelap hanyut dengan tenang di dekat mercusuar, jatuh ke dalam keabadian setelahnya sebagai kabut dan akhirnya hanya bayangan.

Ketika jiwa yang kesepian itu berlabuh dan melangkah ke tangga kuno mercusuar, mereka melihat penghuni asli dengan joran pancing biasa di tangan tergantung di kabut di ujung dunia.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" jiwa yang kesepian bertanya pada si nelayan itu.

"Saya sedang memancing," lelaki  itu menjawab tanpa menoleh.

Mercusuar itu memancarkan satu-satunya cahaya kecilnya di atas mereka dan hanya suara gemericik air yang lembut dan gelap yang mengisi kesunyian yang mengikutinya.

"Untuk apa kamu memancing?" jiwa yang kesepian tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

Lelaki nelayan itu tersenyum perlahan dan menunjuk ke ruang gelap di luar ujung dunia di mana bulan abadi tergantung dan bintang-bintang tak terbatas berkelap-kelip kembali.

"Apa yang ada di sana?" jiwa yang kesepian itu bertanya.

Keheningan panjang mengikuti, tetapi akhirnya nelayan itu berbalik dan menatap jiwa yang kesepian. Sulit untuk mengatakan berapa usia lelaki itu, tetapi jelas bahwa dia tidak muda.

Mungkin dia bahkan lebih tua dari yang berani dibayangkan oleh jiwa kesepian?

Mungkin dia tidak memiliki usia sama sekali?

Mungkin waktu tidak ada di sini?

"Aku melakukan hal yang sama yang mereka semua lakukan. aku melakukan hal yang sama yang akan segera kamu lakukan."

Jiwa yang kesepian melangkah maju, debu purba berdesir di bawah kakinya dan mengulangi pertanyaanya, "Tapi apa yang kamu lakukan? Aku tidak mengerti."

Nelayan itu tersenyum lagi dan menyerahkan pancing kepada jiwa yang kesepian itu.

"Dunia ini bukan untukku, jadi aku mencari yang lain. Sama seperti yang mereka semua lakukan di dunia mereka juga. Kita semua mencari tempat di mana kita tidak berada."

Dan tiba-tiba jiwa yang kesepian melihatnya. Bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam bukanlah bintang, tetapi mercusuar yang tak terhitung jumlahnya di tepi dunia yang tak terhitung jumlahnya.

Setiap mercusuar yang berkelap-kelip di langit malam memiliki jiwa-jiwa yang kesepian yang mencari tempat mereka di alam semesta.

Jiwa yang kesepian hendak berseru bahwa semuanya tiba-tiba dipahami, tetapi nelayan itu telah menghilang. Lelaki nelayan itu menghilang begitu saja, dan jiwa yang kesepian itu tiba-tiba sendirian di mercusuar kuno dengan cahayanya yang berkelap-kelip.

Hanya pancing yang dipegang oleh jiwa kesepian yang menjadi bukti bahwa lelaki nelayan itu pernah ada di sana.

Keabadian berlalu, tetapi waktu tidak pernah menyadarinya. Kecuali air gelap yang mengalir lewat, tidak ada yang lain di sini di ujung dunia. Dan dengan mengangkat bahu, jiwa yang kesepian melemparkan joran dan umpannya yang berbintang ke ruang berkabut di ujung dunia.

Si kesepian menghela napas dan mengintip ke dalam kegelapan di balik ujung dunia, bertanya-tanya apa yang akan dia tangkap dan di mana dia berada.

Kamu lihat, mereka semua mencari tempat mereka di alam semesta yang luas ini.

Jadi, kalau kamu merasa kesepian, lihatlah ke atas. Ketika kamu merasa seolah-olah kamu tidak sesuai dengan dunia ini, keluar dari garis waktumu dan temukan yang lain. 

Ketika kamu merasakan kegelapan mendekat, lihatlah mercusuar yang berkelap-kelip di langit malam purba dan ketahuilah, kamu tidak sendirian.

Bandung, 3 September 2022

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun