Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menolak Takdir

23 Desember 2021   20:43 Diperbarui: 23 Desember 2021   20:44 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia melihat dunia yang terbalik melalui butir hujan, darah dan pecahan kaca. Tersedak, berjuang untuk bernapas, dan tangannya terkulai Lampu kuning jalanan berputar dan menari mengikuti irama. Merah. Biru. Mati rasa. Gelap malam.

Pita spektrum warna menghiasi cakrawala. Dia berdiri dengan tangan di pinggul memeriksa lemari yang penuh dengan gaun pesta, disimpan dalam plastik pelindung dan digantungkan di gantungan kayu mahoni. Gaun dengan motif mawar dan sepatu merah karat. Namun, warna favorit putrinya adalah biru, dan Diana tersenyum lebar saat dia melepaskan bungkus gaun berwarna biru muda dan memakaikannya di tubuhnya yang kurus.

Rambut dan riasan adalah yang berikutnya, diikuti dengan lipstik merah cerah yang menonjol di wajah sehalus porselen---awal dari proses harian yang menghiburnya, mendorongnya melewati kegelapan, memberinya tujuan hidup baru.

Dia melangkah mundur menjauh dari hasil karyanya, dengan hati-hati merapikan bagian depan gaun dan berjalan ke dapur untuk secangkir teh manis hangat.

Lukisan finger painting pelangi menempel di pintu kulkas. Diana menelusuri nama di bagian bawah lukisan, ditulis jari telunjuk seorang anak tanpa ragu, setiap huruf berupa goresan kering jelly pewarna.

MIMI

Hari ini adalah ulang tahun kelima putrinya, dan Diana menginginkan hari itu menjadi hari yang paling istimewa.

***

Pintu logam rubanah terbuka karena Maria menarik rantai yang berkarat, dan cahaya pucat menyusup ke dalam kehampaan di seberang tangga dan jauh ke bawah, sepetak ruang dinding beton dan kegelapan di baliknya. Langkah kakinya menuruni tangga dan tangannya meraba dalam kegelapan.

Saklar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun