Mengajar kelas III sudah masuk tahun ketiga di instansi kerja saya. Selalu ada cerita tentang murid yang random. Mulai dari murid aktif tetapi ketika mengerjakan tugas harian kurang teliti, tulisan yang tidak terbaca, munculnya buku gado-gado dan sebagainya.
Untuk tahun ini, murid kelas III tidak sebanyak murid tahun lalu. Namun, bukan berarti terbilang ringan tugas saya sebagai guru kelas. Dengan murid sedikit, tantangan cukup berat. Ada satu murid yang semangat belajarnya sangat kurang.
Dulu, saat pertama kali mengajar mereka, saya berpikir kalau murid tersebut hanya malas menulis. Ternyata setelah dua bulan membersamai mereka, saya melihat kalau motivasi untuk belajar dari murid saya tadi memang sangat kurang. Jangankan jam pelajaran terakhir, jam pertama saja dia sering meletakkan kepala di atas meja.
Tak heran jika saya sering mengingatkan agar dia mengangkat kepalanya. "Kalau kepala kamu letakkan di atas meja, lama-lama kamu bisa ngantuk dah ketiduran, lho!" Nasihat saya hanya masuk telinga kanan, keluar dari telinga kiri. Akhirnya, si murid tersebut benar-benar tertidur di dalam kelas.
Mau tak mau saya menanyakan kenapa dia tidak semangat di dalam kelas. Saya sangat penasaran, apa dia kalau tidur malam itu sampai larut malam atau bagaimana. "Aku tidur jam sembilan, Bu," jawab murid saya itu, saat saya tanyakan, jam berapa dia tidur malam. Jam bangun tidur pun tak luput saya tanyakan. Dia bangun juga sewajarnya saja.
Pernah juga saya tanyakan, kenapa dia terlihat enggan menulis. Apa yang dikatakannya? "Itu sudah takdir saya nggak semangat belajar, Bu." Saya terkejut saat mendengar ucapan itu. "Kalau takdir yang nggak baik ya kamu harus memperbaiki. Bukan malah semakin malas, Nak."
Kalimat yang dikaitkan dengan istilah agama tetapi disalahartikan, membuat saya benar-benar shock. Selama mengajar, kalau ada murid yang malas mengerjakan tugas, biasanya karena alasan kelelahan, kurang tidur, bukan karena alasan berbau agama seperti itu.
Dan lagi, ketika mengajar materi Matematika, dia menanyakan, "Ini pasti materi SMP kan, Bu? Makanya saya nggak bisa," begitu katanya enteng.
Saya hembuskan napas panjang. "Lha teman kamu aja bisa mengerjakan, pasti kamu juga bisa. Dan memang itu materi pelajaran untuk SD." Teman-temannya menimpali dan menyemangati murid saya yang kurang semangat tadi. Namun, tetap saja dia beraktivitas lain, menggambar.
Apa yang saya lakukan?