Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 26: Takkan Pernah Melupakan

10 Oktober 2021   09:00 Diperbarui: 10 Oktober 2021   15:59 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu datang ke sini untuk melihat-

Untuk melihat. Untuk melihatnya. Betul sekali.

Katrin. Istrimu selama enam puluh lima tahun. Kamu ingat dia: rambut yang selalu digulung, celemek yang diikatkan di pinggangnya meskipun dia sudah berhenti memanggang roti sejak jatuh sakit.

Yang memasukkan terlalu banyak susu ke dalam kopimu (dan tetap tersenyum saat meminumnya.)

Kamu memilih tempat ini karena pohon seruni, mengagumi bunga dari tempatmu duduk di bangku taman, meredakan nyeri sendi dan tulang keropos.

Katrin beringsut dan duduk di sampingmu. Punggungnya berderit seperti punggungmu.

"Oh, Hilman." Dia tersenyum. Pelan-pelan, seperti saat itu kau memberinya bunga bakung yang kau petik dari pinggir jalan.

"Kau memakai syal yang kubelikan untukmu."

Kamu menggosok syal lusuh itu di antara jari-jarimu yang gemetar. "Sebagai hadiah ulang tahunku."

Senyumnya miring. "Untuk ulang tahun perkawinan emas. Kamu ingat? Dengan topi pet yang serasi."

Tentu saja. Pagi yang dingin setelah hujan semalaman dengan cangkir kopi bermotif kincir angin di tanganmu, mengenakan syal itu, bahkan ketika secara tidak sengaja ujungnya tercelup ke dalam kuah sup makan malam. Katrin menyekanya, menarikmu ke depan, dan menempelkan pipi ke pipimu.

Dia merasa hangat saat itu. Dia merasa kedinginan sekarang.

"Kenapa kamu memakainya?"

"Aku pikir itu akan bagus untuk acara khusus." Ya, acara khusus. Yang sudah lama kamu pikirkan. Duduk di kursi berlengan, mengutak-atik seutas benang seiring berjalannya waktu.

Dia mengambil tanganmu. Ada kotoran di bawah kukunya. "Bagaimana?"

Kamu berhenti sejenak untuk mengingat, dan kamu ingat mengapa kamu memilih hari ini. Kamu biasanya melihat Katrin pada hari Sabtu, tetapi hari ini adalah hari Minggu. Kamu memilih hari lain karena hari ini berbeda, karena kamu ingin bertemu dengannya lebih dari sehari. Karena kamu tidak tahan berada di rumah kosong tanpa dia.

Kamu meletakkan tanganmu di atas tangannya, membawanya ke mulutmu, mencium buku-buku jarinya.

"Sudah waktunya, sayang."

Tangannya mengerat di sekitarmu. "Kamu yakin?"

Kamu menatap melalui bahunya, ke kuburannya, yang telah kamu kunjungi selama lebih dari satu dasawarsa. Yang dia tinggalkan untuk datang menemuimu. Dan kamu melihatnya.

Kamu melihatnya.

Roti panggang, manis dengan krim saus, seorang gadis remaja di belakang meja berpakaian putih.

Kaca jendela memisahkan kalian berdua, tetapi kamu melambai padanya. Kembali keesokan harinya dan membawanya kencan nonton ke bioskop atau berdansa ke diskotik dan pulang larut malam. Lima tahun kemudian, kamu melamarnya pada hari kamu kembali dari berkeliling berbagai tempat di belahan dunia, karena dia tidak pernah lepas dari ingatanmu.

Dan jantungmu berdebar kencang saat melihatnya lagi.

Kamu bisa saja tidak yakin tentang banyak hal, seperti hari apa ini atau siapa nama tetanggamu, tetapi kamu selalu yakin tentang Katrin.

Kamu berdiri, menariknya berdiri. "Aku tidak bisa menari tanpamu."

Saat pertama kali melangkah ke kuburannya, kamu merasa takut.

Kerikil dan lumpur menggores kulitmu, semacam beban di pundakmu. Namun kamu ingat. Kamu ingat bagaimana rasanya ketika pertama kali melihatnya. Ketika kamu melihatnya setiap hari sejak itu.

Dan kamu akan mengingat saat lengannya melingkar di pinggangmu. Memelukmu, saat kamu terkubur di bawah tanah bersamanya.

Bandung, 10 Oktober 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun