Akhirnya, dia menyadari bahwa dia harus melakukan sesuatu.
Maka, suatu sore, menjelang penghujung hari, Yudha meninggalkan mejanya dan bersandar dengan santai di ambang pintu. "Ngomong-ngomong, aku punya satu permintaan," dia berusaha terdengar acuh tak acuh.
Gadis itu mendongak penuh harap, bersemangat untuk menyenangkan, seperti anak anjing yang menunggu dielus-elus.
"Ini mungkin terlihat konyol," lanjutnya, "tapi, aku tahu pasti menyenangkan bersenandung saat bekerja, tapi ... yah, kamu tahu pekerjaanku sangat menantang, dan aku harus bisa berkonsentrasi, dan... kadang-kadang itu agak sulit, dengan senandungmu, kamu tahu ...."
Awan mendung melintas di wajahnya. Yudha melanjutkan kata-katanya, "Jadi jika bisa, maksudku itu akan menolongku, jika kamu bisa mencoba," ekspresi sekretarisnya semakin gelap dan dia mulai tersipu.
"... Kamu tahu, setidaknya ketika aku di sini di kantorku, cobalah ... untuk berhenti ... bersenandung ...."
Dia menunduk dan berkata, "Maafkan saya. Saya tidak menyadari saya melakukannya dengan suara keras. Kebiasaan lama. Bapak bukan orang pertama yang terganggu. Saya akan berhenti." Begitu saja. Dia berhenti bersenandung.
Yudha kembali ke mejanya dengan perasaan sebagai orang brengsek. Dia tahu bahwa dia telah menyakiti perasaan gadis itu.
Seminggu kemudian, dia tidak terlalu terkejut ketika sekretarisnya dipindahkan dari kantornya untuk bekerja dengan mitra lain di perusahaan yang kantornya berada di lantai yang berbeda. Penggantinya adalah seorang wanita yang lebih tua, lebih seperti sekretaris pertamanya. Pendiam seperti tikus curut tenggelam di got.
Justru Yudha terheran-heran ketika menyadari bahwa kantornya menjadi agak terlalu sepi, dan sekali atau dua kali dia secara tak sadar bersenandung pelan saat membaca berita acara....
Bandung, 25 Agustus 2021