Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Senandung

25 Agustus 2021   21:05 Diperbarui: 27 Agustus 2021   20:27 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita bersenandung| Sumber: istockphoto.com

Sekretaris baru Yudha suka bersenandung saat bekerja di mejanya, dan itu membuat Yudha gila.

Pekerjaannya sebagai pengacara membutuhkan waktu berjam-jam di mejanya untuk membaca berita acara, menyusun kontrak dan surat di komputernya, menjawab surel, atau melakukan penelitian untuk kasus-kasus yang akan datang.

Bukan hal yang mudah, membutuhkan konsentrasi dan perhatian penuh, paling baik dilakukan dalam suasana hening.

Sekretaris sebelumnya tampaknya memahami konsep ini. Sebagian besar waktunya diliputi ketenangan, bahkan menjaga suaranya tetap rendah saat menjawab telepon. Tapi dia telah berhenti baru-baru ini, dan sekretaris baru yang dikirim Personalia kepadanya jauh lebih muda dan tidak terlalu pendiam.

Dia suka mengobrol dengan rekan kerja yang lewat di selasar, berbicara lebih keras di telepon dari pada seharusnya, dan bahkan sepertinya membuat kebisingan berlebih dari tindakan sederhana, seperti saat membuka laci meja atau meraut pensil.

Semua itu masih bisa ditolerir Yudha, tetapi senandungnya adalah masalah lain. Dia suka menyenandungkan nada kecil yang ceria saat sedang berada di mejanya.

Yudha tidak pernah tahu apakah dia menyenandungkan sebuah lagu yang sebenarnya atau hanya linglung menyenandungkan nada acak dengan cara yang entah bagaimana menenangkan jiwanya ... sama sekali tidak penting. Nadanya hampir konstan, dan itu membuatnya gila.

Bagian terburuk dari situasi ini, dia adalah sekretaris yang sangat baik. Dia dengan cepat mempelajari pekerjaannya, sangat efisien dan teliti dengan tugas-tugas yang diminta untuk diselesaikan, dan dengan mudah memahami nuansa jadwal kerjanya, menyulap janji klien dan jadwal pengadilan dengan lancar. Selain itu, dia selalu tepat waktu, tampaknya menikmati pekerjaannya, dan memiliki kualitas yang ceria dan polos tentang dirinya yang tidak bisa tidak disukai Yudha.

Namun, senandung itu sangat mengganggu pekerjaannya.

Yudha duduk di mejanya, tidak bisa berkonsentrasi pada tugas yang ada karena satu telinga mencoba memilah melodi yang disenandungkan gadis itu, mencoba menghubungkan nada untuk menemukan alunan yang dikenalnya, mencoba mengikuti irama. Dia mencoba menutup pintunya tetapi dindingnya tipis dan dia masih bisa mendengarnya dengan samar, bahkan menjadi lebih mengganggu karena nadanya menjadi lebih abstrak, lebih sulit untuk mengatur bagian kecerdasan musikal dari otaknya.

Akhirnya, dia menyadari bahwa dia harus melakukan sesuatu.

Maka, suatu sore, menjelang penghujung hari, Yudha meninggalkan mejanya dan bersandar dengan santai di ambang pintu. "Ngomong-ngomong, aku punya satu permintaan," dia berusaha terdengar acuh tak acuh.

Gadis itu mendongak penuh harap, bersemangat untuk menyenangkan, seperti anak anjing yang menunggu dielus-elus.

"Ini mungkin terlihat konyol," lanjutnya, "tapi, aku tahu pasti menyenangkan bersenandung saat bekerja, tapi ... yah, kamu tahu pekerjaanku sangat menantang, dan aku harus bisa berkonsentrasi, dan... kadang-kadang itu agak sulit, dengan senandungmu, kamu tahu ...."

Awan mendung melintas di wajahnya. Yudha melanjutkan kata-katanya, "Jadi jika bisa, maksudku itu akan menolongku, jika kamu bisa mencoba," ekspresi sekretarisnya semakin gelap dan dia mulai tersipu.

"... Kamu tahu, setidaknya ketika aku di sini di kantorku, cobalah ... untuk berhenti ... bersenandung ...."

Dia menunduk dan berkata, "Maafkan saya. Saya tidak menyadari saya melakukannya dengan suara keras. Kebiasaan lama. Bapak bukan orang pertama yang terganggu. Saya akan berhenti." Begitu saja. Dia berhenti bersenandung.

Yudha kembali ke mejanya dengan perasaan sebagai orang brengsek. Dia tahu bahwa dia telah menyakiti perasaan gadis itu.

Seminggu kemudian, dia tidak terlalu terkejut ketika sekretarisnya dipindahkan dari kantornya untuk bekerja dengan mitra lain di perusahaan yang kantornya berada di lantai yang berbeda. Penggantinya adalah seorang wanita yang lebih tua, lebih seperti sekretaris pertamanya. Pendiam seperti tikus curut tenggelam di got.

Justru Yudha terheran-heran ketika menyadari bahwa kantornya menjadi agak terlalu sepi, dan sekali atau dua kali dia secara tak sadar bersenandung pelan saat membaca berita acara....

Bandung, 25 Agustus 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun