Mohon tunggu...
Jie Laksono
Jie Laksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - What is grief if not love perseverance?

Ketika kata lebih nyaman diungkapkan lewat tulisan ketimbang lisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jenazah yang Berpindah

19 Januari 2021   17:44 Diperbarui: 19 Januari 2021   18:11 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi sumber:https://bigthink.com/surprising-science/dead-bodies-move

9 Hari yang lalu, Rabu 6 Juni 2018

Di sebuah ruangan di kantor kepolisian yang terletak di sekitar Kota Bogor, seorang pria berumur sekitar 40-an akhir, mengenakan jaket tipis, duduk sendiri. Terlihat ia menggosok-gosokan dan menepuk-nepuk kedua telapak tangannya ke kedua paha kakinya. Ruangan itu begitu dingin dengan AC yang berhembus keras dari sisi kanan ruangan, tetapi wajah tirus pria itu terlihat begitu berkeringat dan pucat.

Tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka, nampak jelas pria itu terkejut, Sigit memasuki ruangan tersebut sambil menyapa si pria. "Pak Mamat, kumaha, damang?" sapa Sigit sambil duduk di depan Mamat yang hanya mengangguk tanpa berkata-kata. "Gak usah takut, sok, diminum airnya Pak Mamat" kata Sigit mencoba menenangkan Mamat yang terlihat pucat di depannya.

Setelah meminum air di depannya, Mamat terlihat agak tenang. "Pak Mamat teh, tinggal di mana?" tanya Sigit. "Di Cisadon ndan" jawab Mamat singkat. "Kerjanya apa?" tanya Sigit kembali. "Saya teh, buka warung kecil-kecilan di deket jalur trek hiking" jawab Mamat. "Itu aja? Kan jalur trek sepi kalo bukan sabtu-minggu" selidik Sigit. "Ada kebon singkong kecil ndan, buat tambah - tambah" jawab Mamat ragu.

Sigit terlihat, hanya sekilas, tersenyum mendengar jawaban Mamat. Ia mengambil 3 buah foto dari dalam binder dan menaruh foto-foto tersebut di depan Mamat, terbalik, sehingga Mamat tidak bisa melihat foto tersebut. "Pak Mamat tahu ini foto siapa?" tanya Sigit sambil membalik salah satu foto dan menunjukannya kepada Mamat. Seorang jenazah wanita dengan pakaian hiking lengkap berposisi terlungkup di semak belukar di samping jalanan berbatu terlihat di foto itu.

"Itu teh, jenazah yang ditemuin seminggu lalu, jauh dari warung saya itu ndan" kata Mamat. "iya jauh dari warung Pak Mamat, kalo dari kebon singkongnya Pak Mamat?" tanya Sigit. "Jauh juga ndan, ada kali sekiloan" jawab Mamat. Sigit pun mengangguk mendengar jawaban Mamat.

"Kemaren polisi datengin rumah Pak Mamat?" tanya Sigit. "Iya ndan, ngagledah warung saya, makanya saya teh takut banget dipanggil ke kantor polisi, saya mah cuma rakyat kecil ndan, gak tau apa-apa" jawab Mamat, dengan logat sunda yang kental. "Bapak tahu apa yang ditemuin polisi di warung bapak?" tanya Sigit, sambil membalik foto kedua di depan Mamat.

Di foto itu terlihat sebuah kalung dengan liontin berbentuk huruf E. Mamat terlihat pucat melihat foto tersebut. "Bapak tahu, ini kalungnya siapa?" tanya Sigit. Mamat diam saja tak menjawab.

"Si Ninis masih sering telpon pak Mamat dari Saudi?" Tanya Sigit menanyakan Anissa, anak perempuan Mamat yang saat ini bekerja sebagai TKI di Arab Saudi. "Masih, ndan" jawab Mamat sangat lirih. Sambil mengangguk, Sigit membuka foto ketiga. Seorang wanita mengenakan kalung dengan liontin berinisial huruf E, diapit kedua orang tuanya terlihat di foto tersebut.

"Kalung itu punyanya Evha, yang jenazahnya ditemukan di Cisadon. Kenapa kalung Evha bisa ada di warung punya pak Mamat?" tanya Sigit yang kini sangat terdengar tegas.

"Saya khilaf ndan" kata Mamat sambil tiba-tiba menangis keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun