Mohon tunggu...
Asep Sukarna
Asep Sukarna Mohon Tunggu... Freelancer

Penjaga aroma yang tidak pernah selesai. Menulis bukan untuk menjelaskan, apalagi mengejar rating. Aku menulis hanya untuk menyeduh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Serial "Raka : Aroma Yang Diburu" - Bab 4

27 Agustus 2025   22:22 Diperbarui: 27 Agustus 2025   22:22 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Oetoenk 

Cukup tanah yang bisa ditinggali.

Ampas di cangkir tubruk belum diaduk. Rasa mengendap. Tubuh duduk, tidak lari. Tidak sembunyi.

Gilang masuk, membawa buku tua dari rak bawah. Ia tidak bicara, hanya duduk di lantai. Fahri menyusul dengan seikat daun dari kebun. "Bapak, ini bisa diseduh juga," katanya.

Raka mengangguk. "Hari ini aku sudah menyeduh diriku sendiri."

Tidak ada komentar. Tidak ada pertanyaan. Tapi kehadiran mereka tidak saling mengganggu.

Malamnya, Raka menulis satu kalimat di dinding dapur, dengan kapur putih:

Tubuh yang belajar diam, kini mulai belajar bicara.

Tapi belum pada siapa-siapa.

Ia tidak tahu siapa yang akan membaca. Tapi ia tahu: tubuhnya sudah mulai hadir. Tidak utuh. Tapi cukup untuk duduk, menyeduh, dan tidak lari.

*

Luka lain muncul bukan dari dalam, tapi dari jalanan. Malam itu, hujan turun pelan. Di ruang baca, Raka menatap rak buku yang miring. Rokok kretek belum habis, tapi kenangan tahun 1997 menyusup diam-diam. Bukan nostalgia. Tapi sejarah tubuh yang tak tercatat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun