Baca juga :
Bab 4 --- Medan Tubuh dan Jejak yang Tidak Dicatat
Tubuh itu tidak datang sebagai pelarian. Ia adalah medan yang pernah ditinggalkan. Dan pagi itu, tubuh Raka tidak lagi memberontak. Tidak ada mimpi buruk, tidak ada kantuk yang menuntut. Hanya udara dingin menyusup lewat celah jendela, dan suara embun yang jatuh pelan di daun-daun liar.
Ia tidak langsung menyapu halaman. Tidak juga menyiram tanaman. Ia duduk di dapur, menatap cangkir kosong, bertanya pelan: apakah tubuh ini sudah siap untuk diseduh?
Ia memilih kopi tubruk. Tidak ada estetika. Tidak ada filter. Hanya bubuk kopi, air panas, dan cangkir yang retak di pinggirnya. Tubruk adalah tubuh. Tidak disaring. Tidak dipoles. Ampasnya tinggal, seperti luka yang tidak dihapus.
Raka menyesap pelan. Pahitnya tidak mengejutkan. Justru terasa akrab. Seperti rasa yang sudah lama tinggal tapi baru hari ini diajak bicara. Ia menyalakan rokok kretek. Asap naik perlahan, menyatu dengan aroma kopi. Tidak ada pelarian. Hanya jeda.
Ia menulis:
Tubuhku pernah jadi medan perang. Â
Hari ini, aku ingin menjadikannya taman.
Taman tanpa bunga.