Mohon tunggu...
Asep Sukarna
Asep Sukarna Mohon Tunggu... Freelancer

Penjaga aroma yang tidak pernah selesai. Menulis bukan untuk menjelaskan, apalagi mengejar rating. Aku menulis hanya untuk menyeduh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Judul Bab 5 Menunggu Napas Sendiri

7 Agustus 2025   04:52 Diperbarui: 19 Agustus 2025   04:44 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Oetoenk 

Raka mengangguk, senang tapi tidak menunjukkan.

"Kota ini masih sama?"

Suci tersenyum pelan, memungut tasnya dari samping kursi. "Tidak pernah benar-benar berubah, hanya menua dengan cara yang diam."

Keduanya bangkit dari kursi. Bayangan tubuh mereka sejenak menyentuh lantai restoran, lalu perlahan bergerak menuju pintu keluar.

Suara lonceng kecil di atas pintu berdenting---mengantar napas lama yang kini mulai berjalan bersama.

Di luar, angin Cilacap bergerak pelan, seperti menyambut dua memo tubuh yang pernah tinggal di kota ini tanpa saling bicara.

Langit mendung, tapi tidak murung.

"Kau ingin ke mana?" tanya Raka, nadanya bukan ajakan, tapi semacam pengakuan bahwa ia siap mengikuti.

Suci menatap jalan, lalu menunjuk pelan ke arah simpang yang mengarah ke halaman hotel. "Ada warung kecil di belakang hotel, dulu tempatku beli rokok untuk ayah. Kadang juga teh kemasan, tapi selalu tumpah."

Raka tertawa pelan. "Warung itu masih ada?"

"Entah... mari kita lihat. Kalau tidak ada, kita duduk saja di bangku beton dekat pohon flamboyan itu. Kau ingat?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun