Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Ekosistem Bisnis Siswa

30 September 2025   10:03 Diperbarui: 30 September 2025   10:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan kata lain, persoalan sewa lapak dan koperasi bukan hanya masalah teknis, melainkan benturan ideologi: apakah sekolah mau tetap menjadi menara gading yang mengurung ekonomi untuk dirinya sendiri, atau menjadi ladang subur tempat siswa belajar ekonomi yang sesungguhnya.

B. Kenapa sekolah harus rela berbagi "pie"

Pertanyaan yang paling sering menggantung di udara adalah: "Kenapa sekolah harus rela kehilangan sebagian pemasukan dari kantin dan koperasi?" Jawaban paling sederhana: karena fungsi utama sekolah bukanlah berdagang, melainkan mendidik.

Selama ini, banyak sekolah menjadikan kantin dan koperasi sebagai sumber dana tambahan. Tidak salah, karena kebutuhan sekolah memang sering melebihi anggaran resmi. Tetapi, ketika logika keuntungan mengalahkan logika pendidikan, maka sekolah telah menyimpang dari misi sejatinya. Kantin bukan lagi ruang belajar, melainkan ladang sewa. Koperasi bukan lagi instrumen solidaritas, melainkan mesin laba.

Padahal, jika sekolah berani berbagi "pie", keuntungan yang hilang hari ini akan kembali dalam bentuk lain yang jauh lebih besar: sumber daya manusia yang terlatih menghadapi dunia nyata. Setiap siswa yang pernah mengelola stan, menyeimbangkan laporan keuangan, atau mengalami rugi dan bangkrut, akan keluar dari sekolah dengan pengalaman yang tak ternilai. Itulah dividen sejati yang tidak bisa diukur dengan angka sewa lapak.

Selain itu, berbagi pie adalah latihan keadilan struktural. Sekolah menunjukkan kepada siswa bahwa kekuasaan tidak boleh serakah, bahwa lembaga harus tahu kapan waktunya memberi ruang bagi yang muda untuk tumbuh. Keteladanan ini lebih berharga daripada seribu jam pelajaran moral. Apa artinya mengajarkan integritas, kejujuran, dan keberanian jika pada saat yang sama sekolah sendiri tidak berani melepaskan sebagian keuntungan demi pendidikan?

Lebih jauh, berbagi pie adalah strategi investasi jangka panjang. Bayangkan sepuluh tahun kemudian, para alumni yang pernah ditempa di kantin dan koperasi sekolah berdiri sebagai pengusaha, inovator, atau pemimpin. Mereka akan mengenang sekolahnya bukan sebagai tempat yang memeras keuntungan, melainkan sebagai tempat yang memberi mereka kesempatan pertama untuk bermimpi dan berjuang. Itulah return on investment yang sejati.

Maka, ketika sekolah berbagi pie, sebenarnya ia tidak kehilangan apa-apa. Ia hanya menukar keuntungan kecil jangka pendek dengan keuntungan besar jangka panjang: generasi yang mandiri, kreatif, dan bermental wirausaha.

C. Framing baru: bukan kehilangan, melainkan investasi pendidikan jangka panjang

Sering kali masalah utama bukan pada realitas materiil, melainkan pada cara memandang. Sekolah yang merasa "kehilangan" ketika melepas sebagian keuntungan kantin dan koperasi sebenarnya sedang terjebak pada kerangka pikir sempit: seolah-olah sewa lapak dan margin koperasi adalah sumber daya yang tidak tergantikan.

Padahal, jika diputar sudut pandangnya, apa yang disebut "kehilangan" itu justru adalah investasi pendidikan jangka panjang. Mengapa? Karena uang yang tidak lagi masuk ke kas sekolah sesungguhnya berubah bentuk menjadi modal pengalaman yang ditanamkan langsung ke siswa. Setiap rupiah yang sebelumnya dikantongi sekolah, kini berubah menjadi peluang bagi siswa untuk belajar mengambil risiko, mengelola modal, dan merasakan denyut ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun