Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Ekosistem Bisnis Siswa

30 September 2025   10:03 Diperbarui: 30 September 2025   10:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dengan latihan ini, siswa mulai terbiasa melihat dunia bukan dari apa adanya, tetapi dari apa yang bisa diciptakan. Dan inilah inti dari ekonomi bernilai tambah tinggi: kemampuan membayangkan lebih dari sekadar kebutuhan, lalu menjadikannya kenyataan.

B. Packaging, Branding, Sustainability sebagai Bahasa Global

Dunia hari ini tidak lagi berbicara sekadar produk. Ia berbicara kemasan, citra, dan keberlanjutan. Tiga hal inilah yang menjadi bahasa global: packaging, branding, dan sustainability. Bila siswa sudah akrab dengan kosakata ini sejak kantin sekolah, maka ia tidak lagi berbisnis dengan cara lama, melainkan dengan cara yang dipahami oleh dunia.

Packaging adalah kesan pertama. Sebuah roti isi di kantin sekolah bisa tampak biasa jika hanya dibungkus plastik seadanya. Tetapi jika diberi kemasan sederhana namun estetis---dengan label kecil berisi nama produk dan tanggal produksi---maka roti itu tidak lagi sekadar makanan, melainkan produk yang punya nilai lebih. Dari sini, siswa belajar bahwa pasar tidak hanya membeli isi, tetapi juga tampilan.

Branding lebih jauh lagi. Ia bukan hanya soal nama atau logo, tetapi soal narasi. Ketika siswa menamai produknya dengan cerita---misalnya "Roti Nusantara" dengan varian rasa daerah---maka ia sedang membangun identitas. Branding membuat produk kantin tak lagi berdiri sendiri, melainkan melekat pada kisah, nilai, dan kebanggaan. Inilah latihan kecil untuk memahami bahwa di pasar global, narasi adalah separuh dari nilai jual.

Sustainability adalah kata kunci zaman. Dunia hari ini tidak lagi toleran pada pemborosan dan perusakan lingkungan. Siswa bisa belajar dari hal-hal sederhana: mengganti plastik sekali pakai dengan kemasan daur ulang, meminimalkan sampah kantin, atau bahkan membuat program "beli makan sambil tanam pohon." Semua itu bukan hanya praktik bisnis, tetapi juga latihan moral sebagai warga dunia.

Dengan menguasai tiga bahasa ini sejak dini, siswa tidak lagi sekadar "berjualan di kantin," melainkan sedang menyiapkan diri untuk masuk ke pasar dunia. Karena pada akhirnya, dunia tidak bertanya kamu jual apa, tetapi bagaimana kamu mengemas, memberi makna, dan menjaga bumi dengan produkmu.

C. Simulasi orientasi ekspor mini, walau simbolis

Bayangkan sejenak: di sebuah sekolah, siswa tidak hanya menjual gorengan atau minuman dingin kepada teman sebangkunya. Mereka mengadakan "Hari Ekspor Mini": sebuah acara simbolis di mana produk kantin atau koperasi sekolah dikemas layaknya barang ekspor, diberi label internasional, lengkap dengan simulasi dokumen pengiriman, bahkan ditampilkan dalam bahasa asing.

Apakah barang itu benar-benar akan dikirim ke luar negeri? Mungkin tidak. Tapi makna dari simulasi ini sangat besar. Ia melatih imajinasi global siswa: bahwa produk kecil mereka, yang lahir dari dapur sederhana sekolah, suatu hari bisa menembus batas negara. Dari sini lahir mentalitas yang berbeda: mentalitas bahwa pasar terluas bukan hanya jalan depan sekolah, melainkan seluruh dunia.

Simulasi orientasi ekspor mini juga bisa melibatkan alumni atau orang tua yang pernah bekerja di sektor perdagangan internasional. Mereka bisa memberi wawasan tentang standar mutu, prosedur ekspor, hingga tantangan logistik global. Dengan begitu, siswa tidak hanya bermimpi, tapi juga mendapatkan pijakan nyata tentang bagaimana pasar internasional bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun