Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Ekosistem Bisnis Siswa

30 September 2025   10:03 Diperbarui: 30 September 2025   10:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dari Kantin Sekolah ke Pasar Dunia: Membangun Ekosistem Bisnis Siswa yang Berakar Lokal, Berorientasi Global"

Preface

Kantin sekolah sering kita pandang remeh---sekadar ruang perut kenyang, tempat jajan murah, atau arena tawar-menawar kecil tanpa arti. Tetapi di situlah denyut ekonomi riil bergetar setiap hari. Uang berpindah, barang bergulir, selera bertemu produksi, bahkan kompetisi terjadi diam-diam. Namun sayang, kantin sekolah lebih sering diposisikan sebagai ladang pendapatan manajemen sekolah, bukan sebagai ladang pembelajaran ekonomi.

Kita lupa bahwa di balik gorengan hangat dan es teh manis itu, tersembunyi sebuah miniatur pasar yang bisa menjadi laboratorium kehidupan. Jika saja ruang ini digarap serius, ia bisa menjelma inkubator bisnis, tempat siswa belajar bukan hanya dagang, tapi mengelola sistem, menata keuangan, mengembangkan pasar, hingga bermimpi tentang produk yang mampu bersaing di panggung global.

Esai ini ingin mengusulkan sebuah gagasan sederhana namun revolusioner: menjadikan kantin, koperasi, dan platform digital sekolah sebagai ekosistem bisnis siswa yang dikelola langsung oleh OSIS. Sebuah eksperimen radikal yang menuntut sekolah rela berbagi kue ekonomi, agar lahir generasi yang tidak hanya pandai menjawab soal ujian, tetapi juga mengerti denyut nadi ekonomi bernilai tambah dan berorientasi pasar.

Outline

1. Pendahuluan: Kantin sebagai Miniatur Ekonomi yang Terlupakan
Realitas sehari-hari kantin sekolah.
Potensi besar yang sering terbuang.
2. Ekonomi Harian sebagai Laboratorium Bisnis
Mengapa pasar nyata lebih efektif daripada teori.
Belajar risiko, kreativitas, dan inovasi dari kantin.
3. Integrasi Tiga Pilar: Kantin, Koperasi, Platform Digital
Kantin sebagai ruang praktik bisnis riil.
Koperasi sebagai pusat modal dan pembagian keuntungan.
Platform digital sebagai jendela transparansi dan pasar global.
4. OSIS sebagai Motor Penggerak Ekosistem
Transformasi OSIS dari organisasi seremonial ke student business board.
Struktur manajemen: eksekutif vs pengawas.
Rotasi kepemimpinan sebagai latihan tata kelola demokratis.
5. Benturan Kepentingan: Sekolah, Guru, dan "Kue Ekonomi"
Masalah sewa lapak dan pengelolaan koperasi yang selama ini menguntungkan manajemen.
Kenapa sekolah harus rela berbagi "pie".
Framing baru: bukan kehilangan, melainkan investasi pendidikan jangka panjang.
6. Sistem Pengawasan: Mandiri dengan Check and Balance
Transparansi digital dan laporan berkala.
Guru/komite sebagai mentor dan pengawas, bukan pengendali.
Budaya akuntabilitas sejak dini.
7. Dari Pasar Sekolah ke Pasar Dunia
Melatih mindset bernilai tambah tinggi.
Packaging, branding, sustainability sebagai bahasa global.
Simulasi orientasi ekspor mini, walau simbolis.
8. Kesimpulan: Revolusi Sunyi dari Kantin Sekolah
Sekolah bukan hanya mencetak pekerja, tapi juga pengusaha dan pemimpin.
Kantin sebagai ruang kecil dengan visi besar.
Sebuah ajakan untuk menggeser cara pandang: pendidikan bukan hanya soal kelas, tapi juga pasar.

I. Pendahuluan: Kantin sebagai Miniatur Ekonomi yang Terlupakan

A. Realitas sehari-hari kantin sekolah

Setiap hari, jutaan rupiah berputar di kantin sekolah. Uang jajan siswa yang terkadang diselipkan orang tua di balik saku seragam, berpindah tangan hanya untuk segelas es teh manis, sebungkus gorengan, atau semangkuk bakso instan. Para penjaja kantin tersenyum, siswa berbaris, lalu transaksi selesai---begitu sederhana, begitu rutin, dan karenanya sering kali dianggap sepele.

Namun, di balik riuh rendah antrean itu, sesungguhnya kita sedang menyaksikan sebuah pasar kecil dalam bentuk paling murni. Ada permintaan dan penawaran. Ada selera yang berubah-ubah mengikuti tren makanan kekinian. Ada kompetisi terselubung antara penjual nasi uduk dan penjual mie goreng. Ada inovasi sederhana ketika seorang penjaja berani menjual minuman dengan kemasan unik. Singkatnya: seluruh hukum ekonomi sedang dipentaskan, tanpa pernah diajarkan di ruang kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun