Negara perlu menjadi pemimpin ekosistem inovasi pertanian, bukan sekadar operator pupuk.
Petani perlu diorganisasi secara produktif, bukan dikasihani dengan insentif politis.
Teknologi perlu diintegrasikan ke dalam kelembagaan produksi, bukan hanya dipamerkan dalam pameran.
Vietnam dan RRT telah membuktikan bahwa efisiensi skala besar dan kecanggihan teknologi tidak harus mengorbankan peran petani, selama sistemnya dibangun untuk inklusi, bukan dominasi.
"Kita tak bisa menanam padi masa depan dengan cangkul masa lalu dan kebijakan yang setengah hati. Dunia berubah, dan pangan adalah panggung terakhir kedaulatan sebuah bangsa."
BAB V -- Gagasan Nasionalisasi Pertanian Indonesia
A. Argumentasi Filosofis, Sosial, dan Ekonomi
Di negeri yang konon subur karena bertabur "emas hijau" ini, ironisnya, para penjaga perut bangsa justru hidup dalam ketidakpastian. Tanah yang dulu menjadi sumber kehormatan dan tumpuan hidup kini perlahan berubah menjadi beban warisan---terpecah-pecah, menyempit, dan ditinggalkan. Saat itulah muncul satu pertanyaan mendasar: Apakah pertanian dapat terus diserahkan pada logika pasar, ketika logika itu justru melemahkan akar pangan bangsa?
Gagasan nasionalisasi sektor pertanian, meskipun terdengar seperti gema masa lalu, kini justru menemukan relevansinya dalam krisis kontemporer. Ini bukanlah nasionalisasi dalam arti penyitaan represif, melainkan sebuah restatemen ideologis dan institusional bahwa tanah dan pangan tidak dapat dibiarkan menjadi komoditas liar dalam pusaran kapitalisme global---melainkan harus dilindungi, diorganisir, dan dikelola negara demi kepentingan hidup rakyat banyak.
1. Filosofis: Tanah, Pangan, dan Hakikat Negara
Dalam filsafat negara kesejahteraan, negara tidak hanya menjadi wasit, tetapi juga aktor aktif dalam menjamin kebutuhan dasar rakyat. Pangan, sebagaimana pendidikan dan kesehatan, bukan sekadar produk ekonomi, tetapi hak hidup paling mendasar. Maka, ketika mekanisme pasar gagal menjamin distribusi dan produksi pangan secara adil, intervensi negara bukanlah pilihan ideologis, melainkan kewajiban moral.