A. Data Produksi, Impor, dan Konsumsi Beras
Di tengah gegap gempita narasi swasembada, data berbicara lain. Antara tahun 2020 hingga 2024, Indonesia menyimpan paradoks agraria yang tajam: produksi beras yang stagnan, impor yang meningkat, dan konsumsi yang terus menuntut stabilitas.
1. Produksi Beras: Stagnasi di Ladang yang Letih
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa produksi beras nasional pada 2020 berada di kisaran 31,63 juta ton. Angka ini mengalami sedikit peningkatan pada 2021 menjadi 31,36 juta ton GKG, namun kembali stagnan bahkan cenderung turun pada 2022 dan 2023, hingga mencapai sekitar 30,90 juta ton pada 2024 (estimasi akhir). Penurunan ini bukan semata-mata soal cuaca ekstrem atau perubahan iklim, melainkan juga:
Penyusutan lahan sawah: Alih fungsi lahan ke sektor non-pertanian meningkat, terutama di kawasan urban dan pesisir.
Menurunnya antusiasme petani: Generasi muda enggan mewarisi sawah, sementara petani lama mulai kelelahan secara ekonomi maupun sosial.
Tingginya biaya produksi: Harga pupuk melonjak, alat pertanian sulit diakses, dan dukungan teknis minim.
Secara produktivitas, laju pertumbuhan hasil per hektare cenderung stagnan di angka 5--5,2 ton/ha, jauh di bawah negara seperti Vietnam yang sudah menembus 6,3 ton/ha.
2. Impor Beras: Ketergantungan yang Meningkat
Narasi swasembada sering menjadi tema kampanye, namun realitas menunjukkan kenaikan impor beras yang signifikan. Data BPS menunjukkan bahwa:
Pada 2021, impor beras tercatat 407 ribu ton.