Mohon tunggu...
asep gunawan
asep gunawan Mohon Tunggu... Pengabdi di Kabupaten Kepulauan Sula

ASN adalah jalan pengabdian, Menulis adalah jalan introspeksi pengabdian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Perang Cahaya Nusantara

1 September 2025   01:02 Diperbarui: 31 Agustus 2025   23:47 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perang Cahaya Nusantara (Sumber: canva.com/dream-lab)

***

Waktu mencatat sesuatu yang belum siap dibacakan. Di kalender lain, angka-angka perlahan bergerak menuju tahun yang disebut sebagai akhir segel, 2085. Orang bisa menghitungnya, memilih menunggu sambil menjalani hidup, atau bahkan melupakan sepenuhnya.

Itulah mungkin maksud dari janji Raga, bukan untuk menunda kegelapan melainkan untuk mengajarkan manusia bagaimana caranya tetap berjaga.

Cerita ini beredar seperti doa yang disampaikan dari mulut ke mulut. Ia seperti sisa embun pada batu atau garis halus pada tangan. Tidak semua yang mendengar akan merinding. Tidak semua yang merinding akan percaya.

Namun, bagi yang suatu malam terbangun karena memanggil nama yang ia tidak kenal, atau yang tiba-tiba ingin berjalan ke arah puncak tanpa alasan, mungkin itu cara dunia mengingatkan. Bahwa ada perang yang tidak menghasilkan pemenang. Hanya penjaga yang berganti.

***

Jika suatu saat kau melewati halaman candi dan melihat langit retak tipis, jangan buru-buru mengangkat ponsel. Duduk sebentar. Tarik napas. Dengarkan apakah ada suara yang memanggil dari dalam tanah.

Bila ada, jawab dengan tenang. Katakan bahwa manusia masih mengingat jalan untuk kembali pulang. Bila tidak terdengar suara apa pun, tidak masalah. Tidak semua pintu terbuka bagi semua orang. Ada pintu yang cukup dilewati dengan sikap hormat.

Pada suatu pagi yang tenang, seekor burung kecil hinggap di pagar rumah ibu itu. Ia tidak membawa kabar apa pun, hanya menjalankan rutinitas hariannya yang sederhana namun penting. Matahari pun naik seperti biasa.

Di jalan, tukang sayur lewat menyiulkan lagu lama. Sayurrrrr.... Ibu itu berdiri di pintu, melihat keluar. Ada rasa yang tidak ia kenali. Rasanya mirip kelegaan, sekaligus seperti kehilangan, mungkin keduanya. Ia tahu satu hal yang pasti, ada yang tetap terkunci dan ada yang terus dijaga. Selama manusia berusaha mengingat, dunia akan memilih untuk tetap berjalan.

Setiap perang selalu meninggalkan penjaga. Dan mungkin, tanpa kita sadari, kitalah generasi yang sedang dipanggil untuk berjaga. Raga tidak benar-benar pergi, ia hanya berpindah ke ruang yang dijaga bersama keris emas. Sejak saat itu, ia bukan lagi sekadar remaja, melainkan penjaga yang tak terlihat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun