Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Kisah Dua Orang Prajurit

29 November 2018   08:07 Diperbarui: 29 November 2018   08:33 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            "Hmm, biar saya kalkulasikan sebentar. Hmm, sepertinya cukup banyak. Ah, ada sekitaran sepuluh ribu pasukan tuan." Jelas Menteri Perang.

            "Apa benar demikian? Bagus lah. Akan tetapi, dimana pasukan elite kita? Apa mereka masih berada di sekitaran kota ini?"

            "Tidak juga. Kami mengirim empat di antaranya sebagai mata-mata. Selebihnya memang ada di sekitaran kastil ini. Akan tetapi, maafkan kami, Tuanku, kami tidak melacak mereka saat sekarang ini."

            "Segera kumpulkan yang bisa dikumpulkan. Farez!!!"

            "Iya, Tuanku?"

            "Aku perintahkan engkau untuk memimpin pasukan kita. Segera lenyapkan TarukoPedang dari negeri ini. Jangan sisa kan satu pun. Entah itu bayi baru lahir ataupun embrio yang baru terbentuk. Segera berbaris menuju desa kecil itu. Ini adalah perintah, segera laksanakan!!!" Perintah Tuanku.

            Farez, yang sudah lama tidak menginjak tanah pertempuran, langsung tersenyum simpul. Detak jantungnya meningkat, bukan sebagai pertanda ketakutan, melainkan rasa semangat yang tidak bisa ditafsirkan dengan kata-kata biasa. Saat sekarang ini, dia begitu bergelora. Segera tangannya yang mulai lupa cara mengayuhkan pedang, kali ini begitu semangat ingin kembali menggenggam pedang yang sudah lama tersarungkan itu.

            "Segera, segera Tuanku!! Pasti, pasti aku akan melaksanakan perintahmu!!"

            ---------------------------------------------------------------------------------------------------

             TarukoPedang, sebuah desa yang terbilang cukup misterius jika ditilik dari sisi sejarah. Konon, pernah terjadi suatu perjanjian di desa ini. Banyak yang mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat itu sebagai respon dari suatu bentuk kekuasaan zalim di negeri ini pada masa lampau. Akan tetapi, sumber sejarah autentik yang miskin seakan-akan menghambat kemajuan penelitian terhadap desas-desus itu. Mengapa sejarah semi-mitos itu berusaha dikaji, terutama oleh kerajaan di negeri yang jauh?

            Yang tercipta di masa lalu, apa itu berbentuk materiil atau pun tidak, diwariskan ke generasi selanjutnya sebagai suatu pedoman atau penguat untuk menghadapi ancaman baru di masa depan, atau pun ancaman lama yang kembali muncul di masa depan itu sendiri. Susastra yang berkembang di seluruh benua ini, banyak yang mengatakan, telah hilang autentifikasinya. Kejatuhan dan kebangkitan kerajaan-kerajaan di negeri ini, secara tidak langsung, memaksa warisan lama itu untuk diasimilasikan dengan beberapa karya baru. Menyedihkan memang, suatu kesempatan untuk mengenang sekaligus mengingat kembali kejayaan masa lampau, semua itu harus diganti dengan suatu karya baru yang cenderung melebih-lebihkan kejayaan peradabannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun