Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Inner Sanctum (I), Kisah Dua Orang Prajurit

29 November 2018   08:07 Diperbarui: 29 November 2018   08:33 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            "Iya. Aku berubah pikiran, Farez. Cukup satu pertanyaan saja. Aku malas bertanya banyak-banyak. Takutnya otakmu tidak cukup pintar untuk menjawab semua pertanyaan." Tandas Tuanku.

            Semua pejabat, mereka keheranan dan terkejut. Terkadang Tuanku memang susah ditebak lagak dan pemikirannya. Terkadang dia begitu serius, terkadang dia begitu humoris. Farez yang sedari awal memang seseorang tipikal serius, dia tidak bisa menahan rasa jengkelnya. Farez hanya menundukkan kepala ke bawah. Berharap agar rasa jengkelnya tidak menyulut rasa amarah dari Tuanku.

            "Beritakan kepadaku, apa desa TarukoPedang telah menyatakan kesetiaannya kepada kita?"

            Tuanku, yang wajahnya ditutupi oleh topeng besi, terlihat membuka matanya. Topeng besi itu hanya memiliki dua lubang di bagian mata. Begitu kaku topeng itu. Sekali Tuanku membuka matanya, rasa angker langsung menyelubungi atmosfer ruangan itu. Bagaimana tidak, Tuanku memiliki mata seperti mata ular. Pupil matanya terlihat begitu lancip. Warna irisnya kuning, sementara warna skleranya hijau. Sungguh, tidak ada seorangpun yang berpikir bahwa Tuanku ini adalah seorang manusia. Mana ada manusia memiliki warna mata seperti itu.

            Rasa takut itu, ternyata juga menyelimuti Farez. Mesti telah membantai banyak jiwa, akan tetapi, hal itu tetap tidak menghindarkan dirinya dari aura menakutkan Tuanku. " Fu fu fu," Farez tertawa kecil. Dia memang tidak bisa menghindari rasa takut ini. Akan tetapi, dia sanggup menahan semua rasa takut itu sembari menikmatinya.

            "Desa kecil itu? Saya rasa Tuanku sudah tahu jawabannya apa."

            "Jangan-jangan, apa masih sama seperti waktu itu?" Tanya Tuanku sekali lagi.

            "Iya. Mereka menolak, bahkan kali ini bersikeras. Tindakan mereka seakan-akan ingin menantang kita, Tuanku." Jelas Farez dengan dinginnya.

            "Kurang Hajar!!!"

            Ruangan itu terasa bergetar. Apakah terjadi gempa bumi? Tidak, tidak ada gempa bumi! Mana mungkin pernah terjadi gempa bumi di daerah sini? Lah, lalu, kok ruangan ini bergetar begitu hebat? Para pejabat, di antaranya ada yang pingsan. Yang bertahan berusaha mencari pijakan atau apa pun sebagai pegangan. Bahkan Farez, seorang prajurit yang telah terbiasa membunuh banyak nyawa, tidak luput dari guncangan gebat ini. Dirinya hanya bisa mendekap ke lantai ruangan, tubuhnya tiba-tuiba menjadi dingin. Dan dia tidak memiliki kesadaran untuk beberapa saat.

            "Menteri Perang, berapa jumlah pasukan yang berada di sekitaran kastil ini sekarang?" tanya Tuanku selepas kejadian besar itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun