Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Obrolan Imajiner dengan Donald Trump

14 April 2025   06:45 Diperbarui: 14 April 2025   07:17 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Trump (mengangguk pelan): "I see... Tapi kamu tahu nggak? Gara-gara kebijakan itu, industri dalam negeri kami tumbuh, lapangan kerja naik. Rakyat kami senang. Kalau kita terus mengimpor barang murah, industri kami mati."

"Saya paham, Mr. Presiden. Tapi bagaimana dengan kerja sama? Indonesia adalah mitra strategis. Kalau tarif terlalu tinggi, kami bisa beralih ke pasar Tiongkok, Eropa, atau Timur Tengah."

"Huh... Kamu ada benarnya. Tapi kamu tahu, tarif itu juga strategi negosiasi. Kadang kami tekan, lalu tawarkan kerja sama yang lebih menguntungkan, " jelas Trump sambil menarik nafas.

"Semoga begitu, Mr. Presiden. Karena dagang itu bukan soal menang-kalah, tapi saling untung. Kalau kami rugi terus, ya kami cari pasar lain," jawab saya sambil tersenyum

Trump (menyeruput kopi): "Mungkin kita harus menurunkan tarif... sedikit saja. Demi teman-teman."

"Deal Mr. Presiden. Asal jangan buat kopi ini kena tarif juga ya Pak."

Trump (tertawa): "Haha! Ini gratis."

Belum lagi suara tawa Presiden Trump hilang di telinga, tiba-tiba pundak saya ditepuk.

"Whoi, minum kopi kok melamun. Melamunkan apa sih?," ujar teman saya yang tadi menepuk pundak dan bikin kaget.

"Enggak melamun. Tadi lagi membayangkan ngobrol dengan Presiden Donald Trump. Katanya beliau sering ngopi di kedai kopi ini," jawab saya.

"Itu mungkin dulu, waktu belum jadi presiden. Sekarang sih pasti susah nongkrong di kedai kopi apalagi blusukan. Pengawalnya bakalan susah menjaganya," jelas teman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun