Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Frustasi(Eps. 19)

16 September 2019   05:30 Diperbarui: 12 Oktober 2019   15:19 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image : ohsemmama.com

TRUE Story : dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid sultan

Bab.VI.hal.1 .FRUSTASI

##, Hidupku habis dijalan, selama masa kegelapan , tahun sembilan belas sembilan puluhan,

Aku mencoba berbagai cara, mencari jalan, untuk sekedar memenuhi kebutuhan ku sendiri. Apa saja yang bisa di pegang, kutangkap. Apa saja yang bisa menghasilkan, kukerjakan. Aku banyak hidup di pasar, bersama teman-teman, siang dan malam.  Teman ku segala lapisan,:  mulai pencopet, penodong, penipu, penjambret, pemabuk, pedagang kaki lima, waria, Psk, tukang catut, makelar tanah, makelar mobil, makelar motor, pedagang asongan, tukang parkir, tukang pukul, preman, penjudi, perek, bandar kolok-kolok, bandar toto gelap, bandar kyu-kyu,:  pokok nya aku bergaul dengan siapa saja, kapan saja dan dimana saja. 


Apa saja pekerjaan yang ditawarkan dan bisa dikerjakan, aku kerjakan. Untuk mencari sekedar sesuap nasi dan sebatang rokok. Aku pernah jadi porter, membantu memikul barang belanjaan orang - orang di sekitar Pasar Tengah dan Parit Besar, Kapuas Indah, Seroja, sepanjang jalan Sultan Muhammad, Pasar Flamboyan, Pasar Mawar atau Pasar Sentral itu. Sepanjang jalan Tanjungpura, dan tempat lainnya. Malam hari kadang aku membantu temanku berjualan nasi, berjualan rokok, berjualan kopi, di lapak atau warung mereka. Sering pula di musim buah durian, aku membantu berjualan durian di Pasar Flamboyan, mulai pukul 4 sore, sampai tengah malam, tak jarang sampai pagi. ( klik disini )

 Aku jadi mirip gelandangan yang jarang pulang ke rumah. Hidupku dari suatu tempat ke tempat lain nya. Kadang aku tidur di rumah teman, kadang dirumah kosong yang kami jadikan markas, gelap tanpa penerangan. Kadang di pos kamling. Kadang dibelakang warung kopi di pinggir jalan. Alhasil, dimana mata mengantuk, disitu aku merebahkan badan. Meski begitu aku tetap menjaga kebersihan badan, dengan mandi setiap pagi dan petang. Dimana saja aku bisa mendapatkan air untuk  mandi. Kadang di sungai Kapuas , WC umum terminal, kamar mandi masjid.  Pakaian ganti kudapat dari pinjaman teman, kadang kami bertukar pakaian, kadang aku pinjam dari mereka, dan mereka juga pinjam pakaian ku. Pakaian dalam sampai kadang seminggu,karena malas mencuci,  habis pakai langsung kubuang dan beli yang baru.  ( lihat disini )

Image :sinarharian.com.my
Image :sinarharian.com.my

Satu hal yang aku temukan hidup di jalanan, rasa solidaritas teman yang begitu tinggi. Mungkin karena kami merasa senasib. Mereka yang bersahabat denganku, bukan hanya orang kere. Ada beberapa temanku yang pakai mobil. Mereka merasa tidak betah dirumah, karena tak ada siapa -siapa disana. Papa sibuk dengan proyek nya. Mama sibuk dengan arisan nya. Sehari hari mereka diurus Bi Inah, yang membesarkan dan merawat mereka sejak  bayi sampai dewasa. jiwa mereka merasa kosong. Mereka merasa hampa. Mereka merindukan kasih sayang orang tua, yang tak mereka dapatkan dirumah. Aku menjadi salah satu tempat curhat mereka. Tak jarang mereka menangis sesenggukan di pundak ku, melepaskan perasaan nya.  ( baca juga )

Dari situ aku belajar, syukurlah, aku dibesarkan dengan kasih sayang penuh dari kedua orang tua kami. Meskipun dalam kondisi sederhana, dan kekurangan materi. Sepanjang perjalanan itu, Satu hal yang tetap ku jaga, aku tidak mau minum minuman keras. Segala bentuk alkohol, ku tolak dengan cara halus.  ( klik link ini )

Aku tetap menghormati temanku, dan mereka menghormati keteguhan sikap ku.  Aku sering duduk bersama mereka yang tengah menenggak lonang, (anggur kolesom Cap Orang Tua)  dicampur topi miring, (sejenis Whysky), bahkan kadang dicampur spritus, (bahan bakar untuk menghidupkan lampu petromak, buat menyalakan sumbu nya), disekitar terminal Seroja, Pasar Seroja, kawasan Pasar Tengah, Kapuas Indah, Pasar Mawar, Pasar Flamboyan, Pasar Dahlia, Terminal Kampung Bali, sampai kawasan Kampus Untan.  Aku berteman dan bergaul dengan mereka.   ( lihat ini )

Kasih,

Hari ini aku melihat Mu lagi

Duduk di belakang jok sepeda motor

Di bonceng  seseorang

Akh, !

Tahukah kamu hati ku berdarah

Jiwaku terluka

Dan batin ku merana

Sementara aku tak sanggup mengobati nya?

Andaikan bisa, kan ku ubah

Rasa ini menjadi benci

Tapi hati tak pernah mengerti, Cinta kah nama nya ini?

Masa itu, tren remaja sebaya ku adalah minum alkohol.  Penyakit ini menyebar seperti wabah. Hampir semua remaja sebaya ku, tak bisa lolos dari godaan alkohol. Di kampung ku sendiri, aku tak begitu dikenal, sebab aku lebih banyak bergaul di pasar. Hanya beberapa teman sekampung ku yang mengenal ku dengan baik. Aku memang bukan pribadi yang suka menonjolkan diri. Aku menjalani hidup apa adanya, prinsip ku, kita harus jujur pada diri sendiri, tak perlu memakai topeng, atau memaksakan kehendak.    ( lihat juga )

Tiap kali kudengar alunan lagu, Ramona Purba, Vokalis tuna netra itu, diputar di Radio Volare.  Judul nya :"Terlena", hatiku terasa perih. Aku biasanya  memisahkan diri dari teman-teman ku, dan sambil menyedot asap rokok dalam-dalam, ku ikuti bait demi bait syair lagu itu.;

Tak kuasa menanti, terlalu lama

 Hasrat hatiku semakin membara

Ingin berjumpa denganmu 

meskipun sekejaaap,

Lihatlah hatiku, terlanjur jatuh 

Tidur pun gelisah, tanpa mimpiiii

Gairah senyum ku musnah, cerita ku hampaaa

Reff,: Seriiiing ingin berpaling, 

dari indah bayang mu

 Namun ketika lari menjauh, 

Semakin terasa

 Menyiksaaaa,

 Laluuu angan ku sesat, 

langkahpun hilang arah,

 Dihati ini lekat hatimu,

 Aduhai jiwaku

 T e r l e n a a,"

Kadang tanpa terasa air mataku menetes di pipi, tapi segera ku usap dan ku keringkan, lalu kembali bergabung dengan teman-teman. Sementara mereka menenggak lonang yang di aduk dalam satu baskom ukuran sedang. Ditambah, coca --cola atau whisky, aku menyeruput Kopi atau fanta , sambil menggapai segenggam kacang kulit yang biasa jadi teman camilan.  ( buka link )

Mereka minum sampai mabok dan bergelimpangan di pinggir gertak itu, atau di pinggir jalan, bahkan dimana saja. Biasanya dalam kondisi begitu, akulah yang mengamankan dan menyimpan dompet, kunci sepeda motor, kunci mobil, dan harta berharga mereka semua. Dan ketika mereka sadar, segera kukembalikan.

 Masa ini kuanggap sebagai masa kegelapan hidupku. Aku tak pernah lagi sholat, tak pernah tahajud, tak pernah menyentuh wudhu, tak pernah membaca Qur"an, tak pernah mendengar ceramah agama. Bersambung Episode 20 ( baca disini ) ( baca dari awal ) ( baca juga )


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun