Di negeri ini
hidup hanyalah menunggu giliran ditindas
Roda motor berputar mengejar remah nasi
sementara roda kekuasaan berputar di atas tulang rakyat
Ia hanyalah tukang antar pesan
bukan pengacau, bukan pengacung batu
Namun tanah basah di depan gedung parlemen
menyaksikan tubuhnya remuk
oleh besi yang mestinya menjaga.
Hidupnya sudah lama dicincang hutang
disayat harga bensin
dihisap perusahaan yang menyebutnya "mitra"
tapi memperlakukannya seperti budak digital.
Dan kematiannya
lebih kejam daripada hidup itu sendiri
Ban baja menindih tubuhnya
melingkupi tulang mudanya
hingga ia menjadi nama
sekadar nama
di koran pagi yang cepat basi
Lalu aparat berdiri kaku
minta maaf dengan suara dingin
sementara ibunya meraung di rumah duka
dan kawan-kawannya menyalakan suara
seperti ratapan panjang yang tak bisa padam.
Hidup di negeri ini
kau boleh bekerja siang malam
tapi tetap ditindas
Dan ketika ajal menjemput,
kau bahkan mati dilindas.
Di jalan raya yang basah darah,
Affan bukan lagi sekadar pengemudi,
ia adalah wajah kita semua
yang suatu hari nanti
mungkin menunggu sedang meunggu giliran
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI