Lingkungan sosial juga menjadi guru besar dalam membentuk cara anak berkomunikasi. Tayangan televisi, media sosial, percakapan di pasar, hingga gaya bicara pejabat dan figur publik, semuanya diamati, ditiru, dan dianggap wajar oleh anak-anak.
Gaya Bahasa Pejabat Publik
Belakangan ini, muncul kegelisahan publik soal rendahnya kualitas komunikasi sebagian pejabat. Ada yang berbicara emosional, menyerang pribadi, bahkan terkesan memainkan perasaan demi simpati. Padahal, seorang pejabat seharusnya bisa menyampaikan gagasan dengan santun, fokus, dan argumentatif.
Sebagai guru bahasa Indonesia, saya tahu kurikulum sebenarnya sudah mendukung kemampuan berkomunikasi: menulis, berpidato, hingga berdebat. Sayangnya, implementasinya belum merata. Sering kali hanya siswa yang ikut lomba debat atau pidato yang dilatih serius. Padahal, jika semua murid dilatih, tentu setiap lulusan sekolah akan terbiasa berargumen secara sehat bukan menyerang pribadi atau memainkan emosi.
Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Benang kusut ini memang tidak sederhana. Tetapi ada beberapa langkah yang bisa menjadi awal:
Perkuat kesiapan keluarga. Batasi usia pernikahan dan wajibkan bimbingan pra-nikah agar pasangan siap mendidik anak.
Berdayakan guru. Latih guru untuk mengembangkan praktik komunikasi di kelas, bukan hanya teori.
Siapkan pemimpin masa depan. Jadikan pelatihan pidato dan debat sebagai syarat sebelum menduduki jabatan publik. Juga pendidikan merupakan syarat utama bagi pejabat, yakni yang lembaga pendidikannya terakreditasi A.