"Gue emang miskin, tapi gue bukan pencuri. Gue bahkan takut makan satu rupiah pun yang bukan milik gue!" Aya mulai menendang ke segala arah. Tenaganya tentu tak sebanding dengan beberapa orang yang mengeroyoknya itu. Teman sekelasnya yang lain tak mau repot melerai atau memanggil guru. Sebagian dari mereka justru merekam kejadian itu sembari tertawa.
"Maling mana ada yang mau ngaku."
"Gue bilang gue bukan maling!" Teriakan Aya barusan membangunkan seseorang yang semula tidur di meja pojok kelas. Raka, cowok ganteng yang jadi idola para siswi satu sekolahan menatap sumber keributan. Alisnya berkerut. Matanya memicing menatap oknum-oknum yang telah mengganggu tidurnya.
Saat tatapannya tertuju pada kondisi pakaian Aya, Raka melepaskan jaket jeans yang dia kenakan. Raka menghampiri mereka. Melepaskan beberapa tangan dari rambut Aya lalu melempar jaketnya ke wajah Aya.
"Merusak pemandangan," ucapnya lalu keluar kelas.
Aya merasa malu dan terhina dengan perkataan Raka, tapi seseorang justru menganggap itu sebagai bentuk perhatian. Tangannya mengepal. Giginya bergemeletuk. Dia yang tak pernah ikut merisak Aya secara langsung kini meraih tangan Aya. Menariknya, membuat Aya terpaksa berlari nyaris terseret mengikutinya.
"Angel, mau lo bawa ke mana si miskin?!" Delia dan anteknya mengikuti dari belakang.
Angel berhenti dan melepaskan Aya begitu sampai dekat kolam renang yang sepi. Tatapannya dingin dan menusuk hingga membuat Aya berilusi bahwa kepalanya bisa saja berlubang karena tatapan itu.
"Lo seneng, 'kan dapet perhatian Raka?"
"Hah?" Aya benar-benar tak mengerti ke mana arah pembicaraan Angel.
"Nggak usah pura-pura bego. Lo seneng, 'kan dikasih jaket sama Raka?"