Judul buku : Esok Jilbab Kita Dirayakan: Muslimah yang Merdeka Tanpa Menindas yang Berbeda
Penulis : Kalis Mardiasih
Tahun Terbit : 2025
Penerbit : Buku Mojok, Yogyakarta
Masih melekat di ingatan, buku pertama yang saya khatamkan di masa SMP. Judulnya "Jilbab Pertamaku" karya Asma Nadia dkk. Jilbab Pertamaku adalah kumpulan cerita yang menceritakan tentang perjuangan seseorang yang ingin mengenakan jilbab namun belum memiliki keyakinan yang kuat. Namun dengan berbagai pergolakan batin dan sosial, pada akhirnya mereka tetap tak tergoyahkan untuk senantiasa berjilbab.
Lalu, buku Kalis Mardiasih yang membahas perihal jilbab ini membawaku ke ingatan saat itu. Tentu saja buku ini sangat menarik diulas karena kritisnya dan tanpa tendensi atau menglorifikasi salah satu golongan. Kalis, dalam tulisannya berusaha menghadirkan sebuah sudut pandang yang elegan.
Pembahasan perihal jilbab ini pernah saya lempar kepada murid-murid yang notabene remaja. Berbagai pendapat dan celetulan keluar dari mereka. Termasuk kritikan mereka perihal jilbab yang diikat dan berbagai macam model.
Sebagian lagi ada juga yang memberikan penjelasan dengan dalil yang mengarahkan kita perihal batasan aurot perempuan yang telah dijelaskan di Al Qur'an. Tentu saja diskusi ini semakin asik. Karena lahirlah pertanyaan, bagaimana dengan model jilbab para Bu Nyai pada zaman dulu? Atau jilbabnya orang Arab yang menutupi matanya?
Kalis mengawali tulisannya dengan menceritakan perihal komentar tetangga mengenai jilbab yang ia kenakan. Menurut tetangganya itu, jilbab yang ia pakai kurang sesuai (hlm 1). Saat ini, jilbab sudah menjadi mayoritas. Kalis membeberkan bahwa kaum mayoritas ini bisa memiliki dua potensi, yakni pengayom atau penindas.
Dalam tulisannya yang menceritakan tentang kisah Bu Nani (hlm 90), pada zaman itu (1980) jilbab adalah simbol perlawanan terhadap orde baru. Namun, keadaan ini menjadi berbeda sekarang, Kalis juga menceritakan kisah siswi di Lamongan yang dihukum dikarenakan tidak menggunakan ciput/daleman jilbab.