Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Teh Sumatra: Jejak Masa Kecil dan Aroma Cinta

16 Oktober 2025   03:11 Diperbarui: 16 Oktober 2025   03:11 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teh Sumatra: Jejak Masa Kecil dan Aroma Cinta | Foto: dokpri/ HennieOberst—

Setiap pagi, di atas meja makan rumah kami dulu, tersaji roti dengan olesan selai srikaya, atau mentega dan taburan meses cokelat. Sarapan lezat ini sangat kami sukai dan juga penyajiannya cukup praktis. Pilihan penuh cinta dari Ibu sebagai wanita bekerja yang harus mengatur waktu dengan efisien. 

Kami, yang merupakan keluarga besar, memilih minuman yang berbeda. Ada yang suka susu hangat, susu cokelat, atau hanya air bening (air putih, biasa kami menyebutnya). Akan tetapi, ada yang tidak pernah absen disiapkan Ibu: teh panas. 

Tanaman teh telah dikenal di Cina sejak 4.700 tahun yang lalu, tepatnya dari Yunan, wilayah Cina selatan. Budidaya teh kemudian menyebar ke Jepang, India, dan Timur Tengah. Pada abad ke-16 teh mulai masuk ke wilayah Eropa. Saat ini, negara-negara penghasil teh terbesar adalah Cina, India, Kenya, dan Sri Lanka, yang mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan penikmat teh dunia. 


Jejak Masa Kecil
Teh panas selalu ada setiap pagi di atas meja. Ibu selalu menyiapkan beberapa cangkir teh di atas meja, satu cangkir untuk setiap penghuni rumah. Tidak peduli apakah teh itu akan diminum atau dibiarkan hingga dingin. Teh yang dihidangkan ini adalah kehangatan cinta Ibu untuk mengawali hari-hari kami. 

Setiap pagi, harumnya seduhan teh memenuhi ruang makan kami. Aroma dari minuman yang berasal dari irisan daun teh yang dikeringkan ini menari-nari di penciuman. Teh hitam adalah kesukaan kami, tanpa tambahan wewangian seperti melati. Kemurnian seduhan teh hitam ini bisa dinikmati tawar tanpa gula, dengan tambahan gula, atau seperti kebiasaan orang Medan yang gemar menambahkan susu kental manis. 

Teh yang masih melekat kuat dalam ingatan saya adalah teh cap Rentjong, meskipun terkadang ada beberapa merek lain yang kami konsumsi. Cap Rentjong, nama yang sesuai dengan gambar di kemasan, gambar Rencong atau “Rentjong” (penulisan dengan ejaan lama). 

Rencong adalah senjata tradisional dari Aceh, yang bentuknya menyerupai keris. Tidak banyak referensi yang saya dapatkan dari perusahaan pembuat teh ini. Hanya dituliskan bahwa teh ini adalah teh khas Medan. Mungkin juga pendiri usaha ini ada hubungan atau mungkin berasal dari Aceh. Kota Medan terletak relatif dekat dengan perbatasan provinsi Aceh.

Aroma teh dalam cinta
Terkadang, kehidupan kita  di masa depan terhubung lagi dengan kenangan atau kebiasaan di masa kecil. Saya bertemu dengan suami yang menyukai teh hitam. Ini adalah kebiasaannya saat pagi hari, meneguk secangkir teh hitam panas dengan tambahan sedikit gula dan seiris buah lemon.

Kebiasaan menikmati teh hitam ini masih tetap melekat sampai sekarang. Maka, tidak sulit memilih oleh-oleh dari tanah air. Kebetulan, kedua adik saya baru saja berlibur mengunjungi kami pada awal bulan ini. Teh hitam dari Medan tidak lupa mengisi koper mereka. Sejak pertama kali ke Medan, suami saya menyukai teh dari Sumatra. Teh Sumatra yang kami beli dikemasan dalam kotak yang berbentuk kubus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun