Dari balik padatnya tugas-tugas perkuliahan yang dihadapi kala itu ditambah lagi tawaran-tawaran organisasi yang menggiurkan untuk masa depan, Rizki mengalami dilema yang berat. Tawaran-tawaran itu menggoyahkannya dari dalam dan menimbulkan pertanyaan di dalam benaknya, 'mau jadi apa di masa depan?' yang kala itu Rizki masih menginjak semester 4. Perintah orang tuanya pun juga bertentangan dengan tujuan karirnya. Membuatnya berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan besar di hidupnya yang akan memberikan dampak besar di kehidupannya.
Masa kecilnya diwarnai dengan sedikit kasih sayang dari orang tua, ia ditinggal kedua orang tuanya untuk bekerja. Ibu di luar negeri dan ayahnya berbisnis di keluar kota. Ia diasuh oleh pamannya sewaktu kecil yang berjarak tidak jauh dari rumahnya. Banyak tetangga yang membicarakan dirinya tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya. Mereka meragukan dirinya dalam hal akademik. Namun, semua dia coba bantahkan dengan menorehkan prestasi hingga di tingkat kabupaten.
Dari sekolah dasar ini pula lah, jiwa-jiwa berdagang di dirinya muncul. Mulai dari berjualan es lilin di sekolahannya. Kebiasaan berdagang kecil-kecilan ini juga terus ia sambung hingga di bangku SMA. Ia mengaku, membuka jasa pengeketikan dan penulisan skripsi untuk mahasiswa saat masih menempuh pendidikan SMA.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, ia tak langsung mendaftar ke perguruan tinggi. Ia memutuskan untuk mengambil kursus bahasa inggris di Pare, Kediri. Setelah menyelesaikan kursus bahasa inggrisnya, ia langsung merantau lagi di Jakarta untuk bekerja selama beberapa bulan. Hingga akhirnya setelah genap satu tahun menimba pengalaman, ia memutuskan untuk mencoba mendaftar di perguruan tinggi negeri demi melanjutkan pendidikannya.
Setelah gagal untuk lolos di dua perguruan tinggi negeri sebelumnya, ia akhirnya diterima di UIN Sunan Kalijaga dalam sekali tes. Dirinya saat itu yang tidak memiliki bekal informasi apapun di Yogyakarta dan melakukan survei sebelumnya ke universitas, nekat berbekal keberanian dari Cilacap menuju Yogyakarta tanpa ada tujuan tempat singgah sama sekali. Ia bersama seorang temannya masing-masing hanya berbekal uang sebanyak 500.000 rupiah. Dirinya merasa, segan untuk menyusahkan kedua orang tuanya dengan meminta uang, ia ingin mencoba untuk hidup lebih mandiri, hidup tanpa menyusahkan orang tuanya terutama pada ekonomi. Menurut pemikirannya, uang yang diberikan orang tua akan lebih bermanfaat jika bisa ia jadikan modal untuk bisnisnya maka uang itu bisa menjadi laba daripada digunakan untuk keperluan hidupnya dan pada akhirnya uang itu hanya akan habis.
Untungnya, dia memiliki relasi dari hubungan alumni pondoknya di Yogyakarta. Dari sanalah ia mengenal Mas Dul, orang yang juga berbisnis menjual buku di samping Taman Pintar atau yang dikenal dengan shopping. Ia turut menjualkan bukunya, namun melalui platfrom media digital.
"Alhamdullilah dari situ bisa menopang hidup." Menurut penuturan dari Rizki.
Dari ia berjualan online buku yang ia jualkan laris hingga ke luar daerah seperti Kalimantan, Sumatera, Ponorogo, dan lain sebagainya hingga dari penjualannya itu pula ia bisa menyambung hidup di Yogyakarta. Kemudian, untuk memangkas uang kos yang dirasa mahal, ia memutuskan untuk menjadi marbot di sebuah masjid di Yogyakarta. Hingga saat ini ia masih tinggal di masjid sebagai marbot.
Kehidupan sebagai mahasiswanya pun berjalan dengan normal. Ia juga aktif di organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Islam di kampus. Dengan bermodal kepercayaan diri dan hubungan relasi yang dia bangun di organisasi, membuatnya menjadi salah satu kandidat untuk ketua umum periode selanjutnya.
Dilema pun kembali menghampirinya. Antara kesempatan emas untuk menjadi ketua umum di organisasi atau melanjutkan fokus di bisnis digital. Namun, akibat dari pergaulannya itu ia juga mendapat beberapa teman yang tertarik di bidang bisnis pada jurusannya. Dari sanalah ia meminta pertimbangan. Teman-teman dekatnya tentu lebih mendukung dirinya untuk berkembang dalam bisnis, daripada menjadi ketua umum. Kata-kata yang menyakinkan hatinya terus disampaikan oleh teman-temannya. Dirinya juga merasa, bahwa passion-nya ada di berdagang, bukan melalui organisasi. Setelah melalui berbagai pertimbangan yang berat dan tentunya meminta pertimbangan dari kedua orang tuanya. Akhirnya ia pun memutuskan untuk melanjutkan di passion-nya dalam berdagang.