Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, terbukti memiliki fleksibilitas tinggi dan ketangguhan, terutama saat menghadapi ketidakpastian pasar dan krisis global. Di Banjarmasin, peran ini diemban oleh usaha bungkus ketupat di Kampung Ketupat, Kelurahan Sungai Baru, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Usaha ini tidak hanya bergerak sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai penjaga tradisi dan identitas budaya Masyarakat
Pelaku utama usaha ini adalah Muhammad Yusuf, seorang pengusaha berusia 67 tahun yang telah menjalankan bisnisnya selama lebih dari 45 tahun. Dengan usia operasional sepanjang itu, usaha ini menunjukkan daya tahan bisnis yang luar biasa. Produk utamanya, bungkus ketupat berbahan janur, dibuat secara manual menggunakan teknik yang diwariskan secara turun-temurun.
Skala usaha ini tergolong besar untuk kategori UMKM, sebab mampu mempekerjakan lebih dari 60 orang tenaga kerja. Keunikan produknya terletak pada nilai tradisi dan keterampilan tangan khas, bukan sekadar inovasi bentuk atau kemasan. Dalam konteks lokal, usaha ini menjadi simbol ketahanan budaya dan ekonomi komunitas, serta memiliki posisi strategis karena Kampung Ketupat dikenal sebagai sentra oleh-oleh khas Banjarmasin. Nilai tambah utama usaha ini memang terletak pada aspek sosial dan budaya.
Meskipun memiliki akar tradisi yang kuat, usaha ini menghadapi sejumlah tantangan yang mengancam keberlanjutannya di tengah arus pasar modern. Pengelolaan usaha masih dilakukan secara tradisional. Pencatatan keuangan, misalnya, masih dilakukan secara manual tanpa dukungan aplikasi atau sistem digital. Selain itu, tidak ada rencana bisnis tertulis, sistem evaluasi kinerja, atau strategi ekspansi yang terstruktur, sehingga pengambilan keputusan lebih didasarkan pada intuisi dan pengalaman pemilik.
Di ranah pemasaran, usaha ini juga belum optimal. Strategi pemasaran masih konvensional, mengandalkan toko fisik dan jaringan sosial masyarakat, serta belum ada pemanfaatan media digital atau strategi branding yang terstruktur. Minimnya inovasi desain dan kemasan produk juga menjadi kelemahan, padahal inovasi kemasan adalah strategi penting untuk membangun citra merek dan meningkatkan daya saing.
Untuk memastikan keberlanjutan usaha yang telah bertahan puluhan tahun ini, diperlukan kombinasi antara kekuatan tradisi dan kapabilitas dinamis kewirausahaan modern. Rekomendasi yang dapat diberikan mencakup tiga pilar utama:
- Modernisasi Manajemen dan Keuangan
Diperlukan transisi dari pencatatan manual ke sistem digital sederhana untuk meningkatkan akurasi laporan keuangan dan efisiensi operasional.
- Digitalisasi Pemasaran dan Inovasi Produk
Pemanfaatan media sosial dan konten visual dapat memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Inovasi dapat dimulai dari penambahan elemen naratif seperti cerita asal-usul Kampung Ketupat pada kemasan untuk memperkuat branding.
- Pengembangan Kampung Wisata Tematik
Terdapat potensi besar untuk mengembangkan Kampung Ketupat sebagai destinasi wisata edukatif. Dengan mengintegrasikan tur pembuatan ketupat dan pelatihan singkat bagi pengunjung, usaha ini dapat bertransformasi menjadi bagian dari ekosistem ekowisata lokal, yang mendukung pelestarian tradisi sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru.
Pada akhirnya, usaha bungkus ketupat di Banjarmasin ini membuktikan bahwa kekuatan tradisi dapat menjadi keunggulan kompetitif. Namun, agar dapat bertahan dan tumbuh berkelanjutan di era digital, kekuatan tradisi tersebut harus dikombinasikan dengan inovasi, digitalisasi, dan pendekatan strategis kewirausahaan modern.