Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menulis Buku Ajar: Antara Teori dan Keberanian untuk Memulai

16 Oktober 2025   04:15 Diperbarui: 17 Oktober 2025   05:10 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberanian Mulai Menulis Buku Ajar (Dokumentasi Pribadi)

Ketika beberapa dosen menanyakan kepada saya, "Apa dan bagaimana caranya menulis buku?", saya hanya menjawab sederhana, "Saya juga tidak tahu, tapi saya punya keberanian untuk mulai." Jawaban itu bukan bentuk kerendahan diri, melainkan kejujuran yang lahir dari pengalaman. Sebab sering, di ruang-ruang akademik yang dipenuhi gelar dan teori, kita justru kehilangan keberanian paling dasar: keberanian untuk mencoba. Kita sibuk menata konsep, menunggu panduan, menimbang kesempurnaan, hingga lupa bahwa tulisan pertama tidak lahir dari rumus, tetapi dari niat yang bergerak. Melalui esai ini, saya ingin mengajak kita semua berpindah langkah, dari sekadar berpikir tentang menulis menuju menulis dengan berpikir. Karena sejatinya, ilmu tidak tumbuh dari banyaknya teori yang kita hafal, melainkan dari keberanian kita memberi bentuk pada gagasan melalui kata.

Paradoks Akademik

Kita hidup di lingkungan yang menuhankan teori, tetapi melupakan tindakan. Kita terlalu lama duduk dalam seminar tentang menulis, tetapi lupa menulis satu halaman pun. Di kampus-kampus, diskusi tentang metodologi penulisan sering menjadi ruang yang ramai oleh wacana, namun sepi oleh karya. Banyak akademisi mampu menjelaskan tahap demi tahap menulis buku ajar, dari perumusan tujuan hingga penyuntingan akhir, namun ragu ketika harus memulai kalimat pertama di halaman kosong.

Fenomena ini bukan sekadar ironi, melainkan cermin dari budaya akademik yang terlalu berpihak pada pikiran, dan kurang memberi ruang bagi keberanian untuk berbuat. Dalam penelitian Donald A. Schn (The Reflective Practitioner: How Professionals Think in Action, 1983), disebutkan bahwa pengetahuan sejati tumbuh bukan hanya dari berpikir tentang tindakan, tetapi dari thinking in action, yaitu berpikir melalui tindakan itu sendiri. Artinya, teori yang baik semestinya menjadi penerang jalan, bukan pengganti langkah.

Kita sering mencatat dengan tekun dalam pelatihan menulis buku ajar, namun setelah acara usai, catatan itu menguning di rak tanpa pernah menjelma menjadi karya. Padahal, tulisan tidak lahir dari seminar, melainkan dari keberanian menulis meski belum sempurna. Karena pada akhirnya, pena yang bergerak jauh lebih bermakna daripada teori yang hanya berputar dalam kepala.

Keberanian sebagai Titik Awal

Buku pertama bukanlah karya sempurna, tetapi bukti keberanian pertama. Setiap penulis besar pernah berdiri di tepi keraguan, menatap lembar kosong yang seolah menantang. Namun, mereka tetap menulis, bukan karena telah tahu segalanya, melainkan karena berani memulai sesuatu yang belum pasti. Paulo Coelho pernah menulis dalam The Alchemist (1993), bahwa "ketika kita berani memulai, seluruh semesta bekerja untuk membantu." Begitu pula dalam dunia akademik: keberanian untuk menulis sering kali menjadi kunci yang membuka pintu-pintu ilmu yang tertidur.

Keberanian tidak berarti tanpa takut; ia justru lahir di tengah ketakutan. Seperti dikatakan Rollo May dalam The Courage to Create (1975), keberanian adalah "kemampuan untuk bergerak maju meski sadar akan risiko yang menanti." Maka, menulis buku ajar bukanlah soal siapa yang paling pandai, melainkan siapa yang paling berani untuk melangkah di antara keraguan.

Menulis buku ajar tidak dimulai dari kemampuan, melainkan dari kemauan. Sebab kemampuan hanya akan tumbuh di sepanjang perjalanan, sementara kemauan adalah langkah pertama yang membuat pena bergerak. Dalam keberanian itu, setiap dosen tidak hanya menulis buku, tetapi juga menulis dirinya sendiri, sebagai saksi bahwa ilmu sejati lahir dari hati yang berani mencoba.

Belajar dari Proses "Trial and Error"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun