Letaknya nun tersembunyi dari keramaian. Tidak ada kendaraan publik ata pribadi yang akan berlalu lalang. Di tempat ini, yang orang menyebutnya Dung Supit.
Sebuah lokasi dengan banyak sumber mata air diantara rerimbunan pohon bambu. Dam, pintu air peninggalan Belanda berdiri kokoh di sana. Membagi air dari kedung ke seluruh daerah di dusun Sinir. Tempat di mana Dung Supit berada.
Meski begitu lokasi ini banyak didatangi orang ketika sore hari. Terutama mereka yang ingin merasakan kesegaran air dengan berenang. Kebanyakan bukan dari warga setempat malah. Ini saya ketahui setelah bertanya asal mereka.
Lelaki Dilan da Rindu/dokpri
Jauh dari keramaian/dokpri
Inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah desa juga warga melalui karang tarunanya. Yakni menjadikan Dung Supit menjadi sebuah destinasi wisata.
Untuk tujuan warga sendiri bila ingin rekreasi yang murah meriah, juga untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga desa. Ini bisa didapatkan melalui retribusi parkir pun potensi perdagangan warga di lokasi bila itu bisa diwujudkan.
Dalam kapasitas sebagai penulis profil desa saya menyaksikan itu semua. Bahu membahu warga dan karang taruna mewujudkan impian menjadikan Dung Supit layak menjadi destinasi wisata. Tak kenal lelah, mereka melakukannya penuh semangat.
Ini mengingatkan saya pada salah satu doktrin sang proklamator, Ir.Soekarno, "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".
Saya lihat betul ini terjadi di hadapan saya. Mereka, para pemuda itu mempunyai hal-hal yang pernah Soekarno katakan. Semangat, kreatifitas, ide, pantang menyerah juga aksi nyata yang tak tergerus oleh lelah atau malas.
Tiada yang lebih berharga dari modal dasar itu. Orang tua mengarahkan, mengawasi dengan sesekali turun tangan bila ada yang kurang benar. Tenaga kita, para orang tua kalah jauh dengan pemuda - pemuda itu.