Mohon tunggu...
alrachmah wahyuningsih
alrachmah wahyuningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan (11:115).

Selanjutnya

Tutup

Horor

Azan Magrib Sudah Berkumandang, Tapi Tak Ada yang Berbuka

13 Maret 2025   08:36 Diperbarui: 13 Maret 2025   08:36 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendukung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ramadan kali ini, suasana terasa berbeda. Sepi.

Langit mulai berubah jingga ketika suara azan magrib berkumandang dari kejauhan. Itu pertanda waktunya berbuka. Tapi anehnya, tidak ada suara lain yang menyertainya. Tidak ada bunyi sendok beradu dengan piring. Tidak ada suara bocah-bocah berlarian membawa plastik berisi gorengan. Tidak ada orang-orang bergegas menuju meja makan.

Hanya suara azan. Menggema. Lamat-lamat.

Makanan sudah tertata di meja. Secangkir teh masih mengepul, dan kurma sudah disiapkan di piring kecil. Tapi entah kenapa, tangan ini enggan menyentuhnya. Ada sesuatu yang terasa janggal.

Di luar, jalanan lengang. Rumah-rumah tetap tertutup, tanpa tanda kehidupan. Biasanya, di bulan Ramadan, semua terasa lebih hidup---tetangga saling bersahutan, suara televisi dari rumah ke rumah, aroma masakan menyeruak dari dapur-dapur. Tapi kali ini, tidak ada.

Hanya ada azan.

Dan yang lebih aneh, azan itu tidak kunjung selesai.

Seharusnya hanya beberapa menit, tapi ini... sudah terlalu lama. Suaranya tetap mengalun, tetapi tidak mencapai akhir. Seakan kembali ke awal setiap kali hampir selesai. Seperti rekaman rusak yang terus mengulang bagian yang sama.

Aku melirik meja di depanku.

Sepiring gorengan. Segelas teh yang uapnya perlahan memudar. Kurma tersusun rapi di piring kecil. Semuanya ada. Tapi entah kenapa, tanganku enggan menyentuhnya. Ada sesuatu yang terasa... janggal.

Aku menoleh ke luar jendela. Tidak ada siapa-siapa. Biasanya anak-anak kecil berlomba memainkan petasan, bapak-bapak bercengkrama di teras rumah, ibu-ibu sibuk dengan piring di tangan. Tapi kali ini, sunyi.

Azan masih berkumandang, tapi terdengar lebih sayup. Seakan datang dari tempat yang jauh, seperti terjebak di ruang yang tidak bisa kucapai.

Aku menelan ludah. Mengapa tidak ada yang berbuka?

Aku mengalihkan pandangan ke piring di depanku. Masih utuh. Tak tersentuh.

Dan saat ikamah mengalun, kesadaran menghantamku.

Ternyata bukan karena ada yang salah dengan tempat ini.

Tapi karena aku berbuka sendirian.

Tidak ada ayah yang menawariku es buah dulu sebelum menyentuh makanan berat. Tidak ada ibu yang mengomeliku karena minum teh panas terlalu cepat. Tidak ada adik yang diam-diam mengambil gorenganku lebih dulu.

Tidak ada tawa. Tidak ada kehangatan.

Hanya aku, dan suara azan yang semakin memudar.

Ternyata, yang membuat semuanya terasa begitu sepi bukan karena ada sesuatu yang menghilang.

Tapi karena aku sedang jauh dari rumah.

Aku menarik napas panjang, lalu meraih kurma. Mata terasa panas, tapi aku tersenyum kecil.

Di ujung sana, mereka pasti juga sedang berbuka. Bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun