Karena ini bukan soal penonjolan diri.
Apalagi membanggakan diri.
Ini soal pelayanan.
Soal memberi diri.
Soal menjadi tangan tak terlihat yang membantu seseorang berdiri lebih tegak lewat tulisannya.
Saya belajar dari Romo Mangun: "Pelayanan sejati tak butuh pengakuan. Ia cukup puas ketika yang dilayani bisa berjalan sendiri."
Menulis, Melatih, Mengedit, Menerbitkan, Jalan Mendekatkan Jiwa
Empat hal ini: Â menulis, melatih, mengedit, menerbitkan bagi saya selain sebagai profesi juga sebagai spiritualitas. Ini doa bergerak. Ini meditasi yang bernapas.
Setiap kali saya menulis, saya mendekat pada diri sendiri.
Setiap kali saya melatih, saya mendekat pada sesama.
Setiap kali saya mengedit, saya mendekat pada kejujuran orang lain.
Dan setiap kali saya menerbitkan, saya mendekat pada keabadian karena buku adalah cara kita menitipkan jiwa pada masa depan.
Saya tak punya penerbitan besar. Hanya Bajawa Press kecil, sederhana, tapi punya hati yang luas. Di sini, kami tak mengejar royalti. Kami mengejar resonansi. Kami tak hitung untung rugi. Kami hitung: berapa hati yang tersentuh?
Penyembuhan yang Melingkar
Yang lucu (atau mungkin ajaib) adalah ini:
Saya awalnya mengira saya yang menyembuhkan peserta pelatihan lewat kata-kata.
Tapi ternyata, merekalah yang menyembuhkan saya.
Lewat keberanian mereka menulis tentang trauma, saya belajar memaafkan masa lalu saya.
Lewat kepolosan mereka dalam merangkai kata, saya belajar kembali mencintai proses, bukan hasil.
Lewat kepercayaan mereka menitipkan naskah, saya belajar bahwa kekuatan terbesar bukan pada kepintaran, tapi pada kerendahan hati.
Menulis menyembuhkan.
Mengajar menyembuhkan.
Mengedit menyembuhkan.
Menerbitkan (apalagi) menyembuhkan, karena ia adalah bentuk pengakuan: "Ceritamu layak diingat. Kau layak didengar."
Penutup: Kekuasaan Sejati Ada di Tangan yang Memberi
Saya tak tahu apakah yang saya lakukan ini akan diingat.
Tapi saya tahu: setiap kata yang saya bantu tumbuh, setiap naskah yang saya poles tanpa pamrih, setiap buku kecil yang lahir dari pelatihan sederhana, itu adalah batu-batu kecil yang saya letakkan di jalan orang lain.
Mungkin tak megah.
Mungkin tak viral.
Tapi cukup untuk membuat seseorang berkata:
"Aku bisa. Aku berani. Aku tidak sendiri."