Mohon tunggu...
Alfi Nawirotul Azizah
Alfi Nawirotul Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - alfinawirotul08

Seorang Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Politik Hukum UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dalam Perspektif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

12 Juni 2022   16:11 Diperbarui: 12 Juni 2022   16:32 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Definisi Omnibus Law dimulai dari kata Omnibus. Kata Omnibus berasal dari bahasa Latin dan berarti untuk semuanya. Di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan omnibus : relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having varius purposes, 

dimana artinya berkaitan dengan atau berurusan dengan berbagai objek atau item sekaligus; termasuk banyak hal atau memiliki berbagai tujuan. Bila digandeng dengan kata Law yang maka dapat didefinisikan sebagai hukum untuk semua.

[1]  Menurut Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid di dalam dunia ilmu hukum, konsep "omnibus law" merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik[2].

Indonesia  dalam  sistem  hukumnya melekat jelas dengan ciri khas sistem hukum negara civil law yang merupakan Hukum  sipil berdasarkan  kode  sipil  yang  terkodifikasi[3] dan  merupakan  salah satu  sistem  hukum  utama  di  dunia  sebagaimana  disampaikan 

 Eric  L.  Richard pakar  hukum global  business dari  Irlandia   University.  Civil  law adalah  sistem hukum yang mendasarkan Peraturan -peraturan hukumya merupakan kumpulan dari   berbagai   kaidah   hukum   yang   ada   sebelum   masa   Justinianus   yang kemudian disebut Corpus Juris Civilis. 

[4]Maka dengan ini konsep Omnibus Law yang  saat  ini  berkembang  di  negara - negara  yang  menganut  sistem  hukum Anglo  Saxon belum  tentu  cocok  diterapkan  di  negara  yang  menganut  sistem hukum Civil Law.

Secara teori perundang-undangan di Indonesia, kedudukan UU dari konsep omnibus law belum diatur. Jika melihat sistem perundang-undangan di Indonesia, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. 

Tetapi, Indonesia justru tidak menganut UU Payung karena posisi seluruh UU adalah sama sehingga secara teori peraturan perundang-undangan sehingga kedudukannya harus diberikan legitimasi dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Secara  filosofis  Konsep Omnibus  Law ini  dikaitkan  pada  Pasal  22  A UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan "Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara  pembentukan  peraturan  undang - undang  diatur  dalam  undang - undang". Berdasarkan  pasal  tersebut diundangkan  UU  No  10  Tahun  2004  tentang Pembentukan   

Peraturan   Perundang - undangan   yang   kemudian   dicabut   dan diganti  oleh  UU  No  12  Tahun  2011  dan  telah  diubah  oleh  UU  No  15  Tahun 2019  tentang  Perubahan  atas  Undang - Undang Nomor  12  Tahun  2011  tentang 

Pembentukan Peraturan Perundang - undangan. Dimana dalam lampiran 2 huruf C  angka 69 menyatakan  "pengelompokan  materi  muatan  dalam  buku, bab, bagian,  dan  paragraf  dilakukan  atas  dasar  kesaman materi". Serta  angka lampiran 2 huruf C angka 70 yang menyatakan, urutan pengelompokan adalah sebagai berikut : 

  • Bab dengan pasal atau beberapa pasal tanpa bagian dan paragraf;
  • Bab dengan bagian dan pasal atau beberapa pasal tanpa paragraf; atau
  • Bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal atau beberapa pasal.

Jadi  berdasarkan  ketentuan  diatas  RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja tidak berpedoman  pada  pengelompokan  UU  No  12  Tahun  2011. Karena    di  dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut ada pengelompokan Bab didalam Bab dan Pasal di dalam Pasal.

Kedudukan    RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja  dalam  Undang -Undang Nomor  12  Tahun  2011  tentang  Pembentukan Peraturan Perundang -- Undangan.

Syarat  formal  legalitas  pembentukan  peraturan  perundang - undangan di Indonesia harus memperhatikan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011, sehingga  pada  saat  menjadi  undang - undang  tidak  menjadi  objek  uji  formil (formal  judicial  review)  di Mahkamah  Konstitusi.  Dalam  Pasal  64  UU  No 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa : 

  • Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang - Undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang - undangan.
  • Ketentuan  mengenai  teknik  penyusunan  Peraturan  Perundang - Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran   II   yang   merupakan   bagian   tidak   terpisahkan   dari Undang - undang ini.

Lampiran II Huruf C Batang Tubuh angka 69 dan 70 menyatakan:

69. Pengelompokan  materi  muatan  dalam  buku,  bab,  bagian,  dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi.

70. Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:

  • Bab   dengan   pasal   atau   beberapa   pasal   tanpa   bagian   dan paragraf;
  • Bab   dengan   bagian   dan pasal   atau   beberapa   pasal   tanpa paragraf; atau
  • Bab  dengan  bagian  dan  paragraf  yang  berisi  pasal  atau  beberapa pasal. 

Sedangkan  dalam  RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja  ada  Bab  di  dalam Bab   dan   Pasal   di   dalam   Pasal.   Kemudian   pada   Pasal   173 huruf   (b) Ketentuan  Penutup  RUU  Cipta  Kerja  yang  berbunyi:  "Peraturan Pelaksanaan   dari   Undang - Undang   yang   telah   mengalami   perubahan berdasarkan   Undang - Undang   dinyatakan   tetap   berlaku   sepanjang   tidak bertentangan dengan Undang - Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 1 (satu) bulan".

Tidak mungkin peraturan pelaksana dalam RUU  yang jumlahnya 534 dituntut   untuk   menyesuaikan   dalam   waktu   1   (satu)   bulan. Jika   kita asumsikan 1 tahun itu 12 bulan maka 534 : 12 = 44,5 dibulatkan menjadi 46. Pemerintah tidak akan sanggup membentuk 46 peraturan pelaksana dalam 1 bulan, karena membentuk peraturan pelaksana ada tata cara dan mekanisme  yang itu semua tidak bisa ditempuh dalam waktu 1 bulan. [5]  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun