Definisi Omnibus Law dimulai dari kata Omnibus. Kata Omnibus berasal dari bahasa Latin dan berarti untuk semuanya. Di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A.Garner disebutkan omnibus : relating to or dealing with numerous object or item at once ; inculding many thing or having varius purposes,Â
dimana artinya berkaitan dengan atau berurusan dengan berbagai objek atau item sekaligus; termasuk banyak hal atau memiliki berbagai tujuan. Bila digandeng dengan kata Law yang maka dapat didefinisikan sebagai hukum untuk semua.
[1] Â Menurut Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid di dalam dunia ilmu hukum, konsep "omnibus law" merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi untuk mengkonsolidir berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik[2].
Indonesia  dalam  sistem  hukumnya melekat jelas dengan ciri khas sistem hukum negara civil law yang merupakan Hukum  sipil berdasarkan  kode  sipil  yang  terkodifikasi[3] dan  merupakan  salah satu  sistem  hukum  utama  di  dunia  sebagaimana  disampaikanÂ
 Eric  L.  Richard pakar  hukum global  business dari  Irlandia  University.  Civil  law adalah  sistem hukum yang mendasarkan Peraturan -peraturan hukumya merupakan kumpulan dari  berbagai  kaidah  hukum  yang  ada  sebelum  masa  Justinianus  yang kemudian disebut Corpus Juris Civilis.Â
[4]Maka dengan ini konsep Omnibus Law yang  saat  ini  berkembang  di  negara - negara  yang  menganut  sistem  hukum Anglo  Saxon belum  tentu  cocok  diterapkan  di  negara  yang  menganut  sistem hukum Civil Law.
Secara teori perundang-undangan di Indonesia, kedudukan UU dari konsep omnibus law belum diatur. Jika melihat sistem perundang-undangan di Indonesia, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain.Â
Tetapi, Indonesia justru tidak menganut UU Payung karena posisi seluruh UU adalah sama sehingga secara teori peraturan perundang-undangan sehingga kedudukannya harus diberikan legitimasi dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Secara  filosofis  Konsep Omnibus  Law ini  dikaitkan  pada  Pasal  22  A UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan "Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara  pembentukan  peraturan  undang - undang  diatur  dalam  undang - undang". Berdasarkan  pasal  tersebut diundangkan  UU  No  10  Tahun  2004  tentang Pembentukan  Â
Peraturan  Perundang - undangan  yang  kemudian  dicabut  dan diganti  oleh  UU  No  12  Tahun  2011  dan  telah  diubah  oleh  UU  No  15  Tahun 2019  tentang  Perubahan  atas  Undang - Undang Nomor  12  Tahun  2011  tentangÂ
Pembentukan Peraturan Perundang - undangan. Dimana dalam lampiran 2 huruf C  angka 69 menyatakan  "pengelompokan  materi  muatan  dalam  buku, bab, bagian,  dan  paragraf  dilakukan  atas  dasar  kesaman materi". Serta  angka lampiran 2 huruf C angka 70 yang menyatakan, urutan pengelompokan adalah sebagai berikut :Â
- Bab dengan pasal atau beberapa pasal tanpa bagian dan paragraf;
- Bab dengan bagian dan pasal atau beberapa pasal tanpa paragraf; atau
- Bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal atau beberapa pasal.
Jadi  berdasarkan  ketentuan  diatas  RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja tidak berpedoman  pada  pengelompokan  UU  No  12  Tahun  2011. Karena   di  dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut ada pengelompokan Bab didalam Bab dan Pasal di dalam Pasal.
Kedudukan   RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja  dalam  Undang -Undang Nomor  12  Tahun  2011  tentang  Pembentukan Peraturan Perundang -- Undangan.
Syarat  formal  legalitas  pembentukan  peraturan  perundang - undangan di Indonesia harus memperhatikan Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011, sehingga  pada  saat  menjadi  undang - undang  tidak  menjadi  objek  uji  formil (formal  judicial  review)  di Mahkamah  Konstitusi.  Dalam  Pasal  64  UU  No 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa :Â
- Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang - Undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang - undangan.
- Ketentuan  mengenai  teknik  penyusunan  Peraturan  Perundang - Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran  II  yang  merupakan  bagian  tidak  terpisahkan  dari Undang - undang ini.
Lampiran II Huruf C Batang Tubuh angka 69 dan 70 menyatakan:
69. Pengelompokan  materi  muatan  dalam  buku,  bab,  bagian,  dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi.
70. Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:
- Bab  dengan  pasal  atau  beberapa  pasal  tanpa  bagian  dan paragraf;
- Bab  dengan  bagian  dan pasal  atau  beberapa  pasal  tanpa paragraf; atau
- Bab  dengan  bagian  dan  paragraf  yang  berisi  pasal  atau  beberapa pasal.Â
Sedangkan  dalam  RUU Omnibus  Law Cipta  Kerja  ada  Bab  di  dalam Bab  dan  Pasal  di  dalam  Pasal.  Kemudian  pada  Pasal  173 huruf  (b) Ketentuan  Penutup  RUU  Cipta  Kerja  yang  berbunyi:  "Peraturan Pelaksanaan  dari  Undang - Undang  yang  telah  mengalami  perubahan berdasarkan  Undang - Undang  dinyatakan  tetap  berlaku  sepanjang  tidak bertentangan dengan Undang - Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 1 (satu) bulan".
Tidak mungkin peraturan pelaksana dalam RUU  yang jumlahnya 534 dituntut  untuk  menyesuaikan  dalam  waktu  1  (satu)  bulan. Jika  kita asumsikan 1 tahun itu 12 bulan maka 534 : 12 = 44,5 dibulatkan menjadi 46. Pemerintah tidak akan sanggup membentuk 46 peraturan pelaksana dalam 1 bulan, karena membentuk peraturan pelaksana ada tata cara dan mekanisme  yang itu semua tidak bisa ditempuh dalam waktu 1 bulan. [5] Â