Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Simulasi Pernikahan di SMA, Edukasi atau Euforia Kebablasan?

15 Mei 2025   09:18 Diperbarui: 15 Mei 2025   14:03 20549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik pernikahan di sekolah menuai kontra karena dianggap sudah terlalu berlebihan. (Gambar Meta AI)

Ketika anak-anak diajarkan membedakan antara kebutuhan dan keinginan maka mereka sedang belajar menjadi manusia yang visioner. bukan yang hidup untuk sekedar gaya tapi yang siap menghadapi realitas kehidupan dengan cerdas dan tangguh.

Dalam kondisi saat ini, banyak keluarga yang harus putar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka iuran untuk hal-hal non-esensial di sekolah bisa menjadi beban tambahan yang sebenarnya bisa dihindari. 

Praktek sekolah yang baik tak selalu harus mahal. justru yang sederhana bisa mengena jauh lebih membentuk karakter dan memperkaya makna. 

Sekolah bisa lebih kreatif mengemas praktik PAI dengan cara yang hemat tapi tetap berkesan. misalnya lewat simulasi di kelas tanpa perlu menggelar pesta-pestaan.

Mari renungkan. bukankah inti dari pelajaran agama adalah hidup dengan kesadaran bukan kemewahan? 

Alihkan simulasi pernikahan pura-pura lalu arahkan siswa fokus wujudkan cita-cita. (Freepik.com via Kompas.com)
Alihkan simulasi pernikahan pura-pura lalu arahkan siswa fokus wujudkan cita-cita. (Freepik.com via Kompas.com)

Lebih Penting Menggapai Masa Depan Terlebih Dahulu

Lulus SMA bukanlah garis akhir. justru itu titik start menuju arena kehidupan yang sebenarnya. Ada yang kuliah, memilih langsung bekerja, atau membangun usaha. Tapi apapun jalurnya, satu hal yang pasti: perjuangan masih sangat panjang. 

Di tengah tantangan zaman dan persaingan kerja yang makin ketat kita butuh lebih banyak anak muda tangguh. bukan yang buru-buru menikah karena terbawa suasana dari simulasi. Saatnya kita dorong mereka fokus menyiapkan masa depan bukan sekadar memimpikan pelaminan.

Simulasi pernikahan dalam ujian praktik PAI mungkin terlihat manis dan megah. Tapi kehidupan rumah tangga sejati tak hanya tentang gaun pengantin dan pelaminan. Ia penuh tanggung jawab, persoalan ekonomi, dan dinamika emosional.

Jika anak SMA dibuai dengan gambaran pernikahan yang indah tanpa pemahaman realita maka bisa jadi mereka menganggap menikah itu mudah dan siap dijalani hanya karena usia dewasa secara administratif.

Padahal berdasarkan data dan fakta di lapangan menunjukkan angka dilema pengangguran usia produktif terus bertambah. Bayangkan jika setelah lulus SMA, siswa belum punya penghasilan tetap dan belum bagus emosionalnya tapi memaksakan diri menikah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun