Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Simulasi Pernikahan di SMA, Edukasi atau Euforia Kebablasan?

15 Mei 2025   09:18 Diperbarui: 15 Mei 2025   14:03 20549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Praktik pernikahan di sekolah menuai kontra karena dianggap sudah terlalu berlebihan. (Gambar Meta AI)

Bandingkan dengan simulasi pernikahan yang justru memperlihatkan laki-laki dan perempuan bersentuhan padahal belum muhrim. Bukankah ini justru melanggar batasan yang seharusnya dijaga dalam Islam?

Guru PAI memang dituntut kreatif tapi bukan berarti bebas tanpa batas. Kreativitas dalam pendidikan haruslah mendidik, bukan membingungkan. 

Alih-alih simulasi pesta pernikahan yang penuh euforia. lebih baik hadirkan proyek pembelajaran yang mengasah akhlak dan kedisiplinan ibadah. Contohnya, membuat proyek satu pekan shalat subuh berjamaah. 

Kegiatan semacam ini tak hanya bermakna, tapi juga membentuk siswa menjadi pribadi muslim yang sadar akan tanggung jawabnya kepada Allah SWT dan kepada dirinya sendiri.

Ujian praktik PAI semestinya untuk bijak beriman dan bijak dalam kehidupan. (Tangkapan layar Instagram @medsos_rame)
Ujian praktik PAI semestinya untuk bijak beriman dan bijak dalam kehidupan. (Tangkapan layar Instagram @medsos_rame)

In This Economy, Kondisi Keuangan Tidak Bisa Pura-pura

Tak bisa dipungkiri untuk menyulap ujian praktek pelajaran PAI menjadi resepsi pernikahan mini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dekorasi pelaminan, sewa baju pengantin, rias wajah, konsumsi, bahkan tenda tamu undangan. semuanya butuh dana ekstra yang bisa membebani. 

Meski ada iuran dari siswa atau orangtua tapi tetap saja di tengah situasi ekonomi yang makin menantang. pengeluaran seperti ini perlu dikaji ulang. Jangan sampai semangat belajar agama justru berujung pada pemborosan yang jauh dari esensi ajaran Islam itu sendiri.

Dalam Islam, kita diajarkan hidup dengan prinsip mengatur segala sesuatu dengan bijak. termasuk dalam hal keuangan. Memaksakan sesuatu yang berlebihan demi kesan "wah" bisa menjadi jebakan yang menyilaukan. Padahal pendidikan itu bukan soal kemewahan tapi tentang kebermaknaan. 

Praktek pernikahan ala resepsi besar-besaran bukan hanya mahal tapi juga belum tentu relevan bagi seluruh siswa. Lebih baik anggaran dialihkan untuk kegiatan yang benar-benar membangun nilai, misalnya pelatihan seminar pra-nikah yang benar-benar edukatif.

Sekolah seharusnya menjadi contoh dalam mengelola dana secara arif. Bukankah ini juga bagian dari pendidikan karakter? 

Mengajarkan siswa untuk tidak konsumtif, memilih yang esensial, dan memikirkan manfaat jangka panjang dari setiap pengeluaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun