Praktek Pembelajaran PAI yang Lebih Berdampak
Praktek pelajaran PAI sesuai bijak menentukan prioritas dan bukan sekadar sensasi.
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah mata pelajaran yang seharusnya mengakar pada nilai dan spiritual bukan sekadar acara. Ketika viral praktek pelajaran PAI di SMA karena prosesi pernikahan yang dilaksanakan seperti acara sungguhan maka timbul pertanyaan serius.Â
Apa esensi dari semua ini?
Apakah benar ini bagian dari pembelajaran atau justru jadi panggung hiburan yang kebablasan?Â
Dalam Islam, menikah itu sakral bukan sekadar seremoni visual yang bisa direka ulang demi konten atau pencitraan semata layaknya sebuah adegan di sinetron.
Padahal, masih banyak materi dalam PAI yang jauh lebih urgen untuk dipraktekkan oleh siswa SMA.Â
Coba kita lihat kenyataan di lapangan bahwa masih ada pelajar yang belum lancar bacaan shalat, masih bingung membedakan antara rukun dan sunnah wudhu, bahkan belum tahu cara menutup aurat yang benar.Â
Bukankah akan lebih berdampak jika praktek PAI difokuskan pada hal-hal mendasar yang bisa langsung diamalkan setiap hari?Â
Dulu, ujian praktek PAI sering tentang bagaimana wudhu yang sah, shalat berjamaah, atau menjadi khatib. semua itu tak hanya relevan tapi juga bisa membentuk karakter Islami yang sesungguhnya.
Juga, dulu banyak sekolah menerapkan praktek mengurus jenazah. Sederhana, khidmat, dan sarat makna. Para siswa memperagakan cara memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan memakamkan jenazah sesuai syariat Islam.Â
Nilai yang ditanamkan bukan hanya teknis syariat tapi juga empati, ketulusan, dan rasa tanggung jawab sosial.Â