Tiba di sekolah aku bercerita ke Masliah dan Lilit tentang kejadian memalukan kemarin dan mereka tertawa terpingkal-pingkal mendengar ceritaku.
" Makanya An kalau nyanyi nggak usah kenceng-kenceng." Kata Lilit sambil masih tetap tertawa.
" Ih Lilit kan nggak tahu ada yang dengerin." Ujarku sambil makan pisang goreng yang dibeli di mang Yayan.
Henhen dan masliah ikutan tertawa dan sesekali menimpaliku.
" Orangnya yang mana ya?" tanya Masliah,
" Kayaknya belum pernah ketemu deh." Jawabku ke Masliah.
" Ntar juga tahu." Kata henhen.
Tak lama terdengar bel masuk dan kami pun langsung memperhatikan guru yang mengajar. Sampai jam pelajaran selesai dan kami pulang. Mereka menggodaku bahwa aku sudah ditunggu penunggu batu. Dan kami tertawa sama-sama lalu pisah di gerbang depan sekolah sesuai dengan arah mobil masing-masing.
Di angkot Masliah kepo nanyain dia dan aku ceritakan setahu aku saja kan ketemunya juga baru dua kali bahkan aku belum tahu namanya walau dia sudah akrab memanggil namaku. Aku turun di depan kostnya dia tanpa menoleh kesana ke sini. Aku nyebrang jalan dan turun tangga menuju rumah uaku. Dari dalam warung ada yang memanggilku.
" Ani ada yang titip salam." Itu suara anak Bu Iis yang tukang warung. Teti namanya.
" Waalaikumsalam." Ujarku sambil melambaikan tangan ke Teti.
" Ih serius An, "dia keluar warung dan menghampiriku. Kemudian berbisik dan menyebut satu nama yang aku dengar kurang jelas. Aku tertawa saja mendengarnya. Lalu aku pulang.