Kenaikan harga ini tak hanya menumbuhkan harapan, tapi juga membuka kembali ruang menuju swasembada pangan yang selama ini kerap menjadi wacana tanpa arah nyata.
Namun demikian, perjalanan dari sawah ke swasembada bukan jalan lurus tanpa rintangan. Salah satu tantangan utama yang terus menghantui petani adalah tingginya biaya produksi, khususnya harga pupuk dan pestisida.Â
Pupuk bersubsidi yang seharusnya menjadi solusi justru sering tak tersedia tepat waktu atau jumlahnya terbatas. Tak sedikit petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga tinggi, yang tentu menggerus margin keuntungan meskipun harga gabah naik. Pemerintah harus menjadikan distribusi pupuk sebagai prioritas utama dalam reformasi tata kelola sektor pertanian. Tanpa kepastian pasokan input produksi, produktivitas akan stagnan, bahkan bisa menurun.
Selain pupuk, infrastruktur dasar seperti irigasi dan akses jalan ke lahan pertanian masih jadi PR besar. Masih banyak lahan sawah yang bergantung pada tadah hujan, yang membuat petani hanya bisa menanam sekali setahun.Â
Padahal, dengan sistem irigasi yang baik, intensitas tanam bisa ditingkatkan menjadi dua atau bahkan tiga kali dalam setahun.Â
Begitu pula dengan jalan produksi yang rusak atau berlumpur, yang menghambat distribusi hasil panen dan menambah ongkos logistik. Jika petani dihadapkan pada biaya angkut tinggi karena jalan yang rusak, maka keuntungan dari harga gabah yang naik bisa kembali tergerus.
Selain aspek teknis dan infrastruktur, tantangan lainnya adalah regenerasi petani. Rata-rata usia petani di Indonesia saat ini mendekati 50 tahun. Generasi muda masih enggan terjun ke dunia pertanian karena stigma "keringat banyak, hasil tak seberapa". Namun kini, dengan adanya kebijakan harga yang lebih menjanjikan, peluang untuk menarik minat generasi muda kembali terbuka.Â
Perlu strategi khusus agar pertanian tak lagi dipandang sebagai pekerjaan kelas dua, melainkan sebagai sektor yang modern, inovatif, dan menjanjikan masa depan. Pelibatan generasi muda lewat program petani milenial, pelatihan agribisnis, serta dukungan startup pertanian berbasis teknologi digital bisa menjadi solusi konkret.
Dengan mengatasi tantangan-tantangan lama tersebut, dan memanfaatkan peluang baru yang muncul dari kebijakan harga gabah, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.Â
Swasembada bukan lagi mimpi kosong. Ia adalah kemungkinan nyata, jika kebijakan yang pro-petani terus dijaga, ditingkatkan, dan dijalankan secara konsisten dari pusat hingga daerah.
Jalan Menuju Lumbung Pangan Dunia: Antara Potensi dan Konsistensi