Pasar kripto kembali menguji kesabaran investor. Harga Bitcoin (BTC) baru saja terperosok ke kisaran US$105.000, turun sekitar 0,60% dalam sehari terakhir. Padahal, beberapa pekan sebelumnya, harga sempat menari indah di atas US$110.000.
Bagi saya sebagai trader, ini bukan pertama kalinya melihat "roller coaster" semacam ini. Tapi tetap saja, setiap penurunan tajam selalu membawa pertanyaan besar: haruskah panik atau justru beli?
Ketegangan Geopolitik: Pemantik Utama Koreksi
Turunnya harga Bitcoin kali ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Serangan Israel terhadap Iran menjadi salah satu pemicu utama guncangan pasar. Investor global langsung siaga, banyak yang buru-buru menarik dana dari aset berisiko tinggi seperti kripto.
Menurut Vice President INDODAX, Antony Kusuma, ketegangan ini menciptakan tekanan luas di pasar. Data dari Coinglass menunjukkan adanya likuidasi besar-besaran senilai US$1,14 miliar. Bahkan volume perdagangan Bitcoin sendiri tembus US$369 miliar!
Ini bukan hanya tentang geopolitik. Ini tentang bagaimana pelaku pasar membaca risiko, dan sayangnya---responnya adalah: jual dulu, mikir nanti.
Dari Sisi Teknikal: Koreksi atau Awal Kejatuhan?
Coba kita buka chart harian BTC/USD (Bitstamp). Ada pola yang menarik: setelah reli cukup panjang sejak April, harga sempat gagal breakout resistance di atas US$110.000. Lalu muncul candle merah besar dengan volume lumayan tinggi---indikasi distribusi.
Yang membuat saya siaga adalah posisi harga yang menembus support minor di area US$106.000, menandakan adanya tekanan jual lanjutan.
Tapi apakah ini sinyal bearish total? Menurut saya belum tentu.
Antony menyebut fenomena ini sebagai proses "detoksifikasi pasar"---ketika leverage berlebihan dibersihkan agar pergerakan selanjutnya lebih sehat. Saya setuju. Pasar kripto memang butuh napas, bukan ngebut terus-terusan.
Faktor Tambahan: The Fed & Data Inflasi AS
Selain geopolitik, ada faktor makro yang tak kalah penting: The Federal Reserve (The Fed) yang masih keras kepala dengan suku bunga tinggi.
Menurut FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga dalam rapat FOMC 18 Juni 2025 adalah 0%. Artinya, investor belum bisa berharap banyak dari sisi likuiditas global. Apalagi CPI AS masih 2,4%, dan rilis PPI 12 Juni lalu bisa makin memperkeruh suasana.
Ini membuat pasar kripto, termasuk Bitcoin, kehilangan momentum jangka pendek. Tapi untuk investor jangka panjang? Ini justru kesempatan.
Psikologi Pasar: Panik Bukan Solusi
Sebagai trader, saya belajar bahwa mental lebih penting dari teknikal. Banyak yang panik saat harga jatuh, lalu cut loss tanpa rencana. Padahal justru di momen seperti inilah peluang besar tercipta.
Seperti yang dikatakan Antony: "Ketidakpastian selalu jadi tantangan, tapi juga peluang jika kita mampu belajar dan menjaga mental."
Saya pribadi menerapkan strategi scale in, alias beli bertahap saat harga turun, bukan langsung all-in. Area psikologis penting yang saya pantau adalah US$102.000--103.000. Kalau di situ muncul candle reversal, saya akan masuk.
Strategi: Jaga Risiko, Tunggu Momen
Ingat, pasar kripto itu liar. Hari ini bisa merah, besok bisa terbang. Maka yang paling penting bukan ramalan, tapi manajemen risiko.
Saya selalu pakai stop loss, dan tidak pernah terlalu percaya diri. Bahkan dalam kondisi koreksi seperti ini, saya tetap pegang prinsip: lebih baik kehilangan peluang daripada kehilangan modal.
Jadi, saya tidak buru-buru beli. Saya tunggu sinyal konfirmasi. Karena buat saya, "sabar itu bukan pasif, tapi aktif memilih waktu yang tepat."
Penutup: Bitcoin Memang Goyah, Tapi Belum Tumbang
Turunnya harga Bitcoin ke US$105.000 memang bikin jantung dag-dig-dug. Tapi buat saya, ini bukan akhir dunia. Justru ini bagian dari siklus sehat sebuah pasar yang sedang bersiap naik lagi.
Volatilitas adalah bagian dari DNA kripto. Dan seperti yang selalu saya katakan: jika kamu tidak siap dengan koreksi, maka kamu belum siap dengan profit.
Saatnya upgrade mental, asah analisa, dan siapkan strategi. Karena dalam badai seperti inilah, pelaut tangguh dilahirkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI