Datang Kabut/23072025
Karya Ahmad Fajar Mutahari/AJEY GARUT
Aku bangun dalam bayang gas metana,mimpi semalam terbakar bersama manifesto.
Di tangan kanan: kitab suci.
Di tangan kiri: laporan PBB
tentang perubahan iklim dan kekosongan hati.
Kabut datang.
Seperti utang yang tak pernah aku pinjam.
Seperti revolusi yang gagal dibiayai,
tapi tetap dielu-elukan di baliho musiman.
Aku berjalan...
ke mana pun angin debat publik bertiup.
Hilang arah? Iya.
Tapi kuingat dalil Patanjali:
Citta vtti nirodha
Ketika pikiran diam, jiwa terbit
(sayangnya pikiranku demonstrasi terus).
Tuhan,
aku tetap mencintai-Mu
meski sinyal spiritual sering putus nyambung.
Aku puja-Mu
dalam bentuk api unggun
dan tagar: #ReformasiTotal.
Kau tahu, aku pernah gila.
Bukan karena cinta---
tapi karena RUU yang disahkan jam 3 pagi.
Dan aku tetap mencintaimu,
dengan cinta yang lebih kacau dari kurikulum gonta-ganti,
lebih sakral dari sidang paripurna yang tanpa hasil.
Kekasihku,
kau yang pernah kucium di trotoar depan toko buku indie,
kini jadi partikel debu
yang kutelan bersama berita hoaks dan opini netral-netralan.
Aku sudah terlalu lama hilang arah,
seperti kompas yang didebat di sidang filsafat.
Tapi hatiku masih menyala
seperti lilin kecil di tengah rapat akbar,
yang isinya hanya tanda tangan dan jargon kosong.
Kabut datang.
Dan aku menyambutnya
dengan jas hujan dari puisi-puisi lama
dan helm proyek pembangunan utopia
yang tak pernah rampung.
"Kalau pun aku tersesat, aku akan tersesat dengan penuh iman. Karena bahkan Plato pun tak punya peta  dan ia tetap jadi filsuf."
AJEY/mutahari_af
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI