Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serangan Fajar Berlumuran Uang: Sebuah Kisah Demokrasi yang Tercoreng

14 Februari 2024   06:03 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:15 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
belitongekspres.disway.id

Naya menepuk bahu Asep dengan semangat. "Kita punya kekuatan suara rakyat, Sep. Dan suara itu lebih kuat dari apapun. Kita nggak boleh diam, terus lawan ketidakadilan ini!"

Naya dan Asep tak tinggal diam. Mereka menggalang aksi solidaritas, mengajak warga untuk bersatu melawan intimidasi. Melalui media sosial, mereka menyebarkan informasi tentang ancaman yang mereka terima, menyuarakan pentingnya demokrasi yang bersih dan adil.

Rani, dari London, terus memberikan dukungan. Ia membuat petisi online yang mendapat ribuan tanda tangan dari WNI di seluruh dunia, mendesak pemerintah Indonesia untuk melindungi aktivis pemilu dan menegakkan hukum dengan adil.

Bara, meski dihantui rasa takut, tak berhenti melakukan investigasi. Ia menemukan bukti baru tentang keterlibatan oknum pejabat tinggi dalam upaya pembalikan suara. Dengan berani, ia mempublikasikan temuannya, menjadi sorotan publik dan media massa.

Tekanan publik semakin besar. Pihak berwajib tak bisa lagi tinggal diam. Mereka bergerak cepat menindaklanjuti laporan intimidasi dan ancaman terhadap aktivis pemilu. Beberapa pelaku ditangkap, namun dalang di baliknya masih misterius.

Persidangan kasus teror terhadap aktivis pemilu menjadi sorotan nasional. Masyarakat menanti keadilan ditegakkan, berharap para pelaku dihukum setimpal. Di tengah persidangan yang menegangkan, tiba-tiba muncul saksi kunci, seorang mantan anak buah pihak lawan yang berbalik arah.

"Saya diperintahkan untuk melakukan intimidasi dan ancaman terhadap para aktivis pemilu," ungkapnya di hadapan persidangan. "Tapi saya nggak tega melihat perjuangan mereka yang tulus untuk keadilan."

Kesaksian tersebut menjadi bukti kuat yang menjerat para pelaku utama. Akhirnya, keadilan ditegakkan. Para pelaku dijatuhi hukuman setimpal, hiruk-pikuk politik kotor mereda.

Naya, Bara, Rani, dan para aktivis pemilu lainnya disambut sebagai pahlawan demokrasi. Perjuangan mereka menginspirasi banyak orang untuk berani bersuara dan melawan ketidakadilan.

Namun, mereka sadar perjuangan belum usai. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menjaga demokrasi tetap sehat. Mereka sepakat untuk terus bersatu, mengawasi jalannya pemerintahan, dan menjadi garda terdepan dalam melawan segala bentuk kecurangan.

Suatu hari, Naya, Bara, dan Rani berkumpul secara virtual. Layar monitor mereka menampilkan wajah-wajah penuh semangat dari berbagai penjuru Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun