"Seikhlasnya. Tapi nanti saya tanyakan lagi, Pak."
Sodiq bergegas pergi menemui Mat Tajir. Ketika semua kejadian diceritakan, Mat Tajir hanya berkomentar singkat, Tunggu sampai besok.
Janji Mat Tajir itu tak meleset. Kursi roda itu sudah teronggok di rumah Mat Tajir, pagi benar. Sodiq mengaku tak tahu, bagaimana jalan ceritanya hingga kursi roda itu kembali. Mat Tajir mewanti-wantinya agar tak mengusik dengan pertanyaan dari mana, bagaiamana ceritanya itu. Dia memang paling nggak suka ditanya seperti itu.
Sodiq lalu membawa kursi roda itu kembali setelah menyelipkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan kepada Mat Tajir.
"Ini dari yang punya kursi roda, terima kasih bos," cetus Sodiq.
Sepekan setelah peristiwa itu, Gang Trengguli geger. Serombongan aparat kepolisian yang berseragam lengkap dan beberapa berpakaian preman mengepung rumah Irawan. Suara gaduh warga terdengar menggema. Irawan ditangkap, Irawan ditangkap..!
Warga meradang. Dalam sekejap, di sekitar rumah Irawan penuh sesak. Anak-anak, tua-muda merangsek mendekati rumah Irawan. Wajah-wajah penuh tanda tanya dan curiga.
Pria memakai kerpus balaclava digelandang keluar. Diapit erat dua aparat bersenjata. Beberapa aparat menjaga di belakang. Jaket kulit diselipkan untuk menutupi kedua tangannya yang diborgol. Warga menyakini orang yang dijemput aparat itu adalah Irawan.
Istri Irawan yang memeluk ketiga anaknya tak berucap sepatah kata. Matanya nambak berair saat melihat mobil aparat yang membawa suaminya melaju cepat meninggalkan kerumunan warga Kampung Trengguli. (agus wahyudi)