Namun perjalanan tak selalu mulus. Laporan penggelapan pajak itu ternyata tak berujung. Dia terkaget-kaget manakala tahu, utusan masing-masing perusahaan itu telah bertemu setengah kamar dengan pimpinannya di hotel berbintang. Kasus penggelapan pajak itu pun terhapus.
Jalan ceritanya menjadi rumit. Irawan jadi gunjingan teman-temannya. Tuduhannya, ia kecipratan duit yang diperoleh dari negosiasi terselubung sang pimpinan dengan bos-bos perusahaan tersebut. Kalut, marah, dan berdosa, mengendap dalam hatinya. Irawan frustasi!
***
Suatu pagi di Kampung Trengguli. Mas Topo merenung dan bingung. Kursi roda satu-satunya raib tak berbekas. Dia tak percaya ada orang yang tega mencuri kursi roda. Apalagi kursi roda itu bukan miliknya, tapi ia pinjam dari teman karibnya. Mas Topo tak tahu harus bagaimana mengembalikan kursi roda tersebut.
"Bapak jangan sedih. Saya coba bantu nanti, minta bantuan Mat Tajir," hibur Sodiq, tetangga Mas Topo, yang datang jelang sore setelah mendengar kejadian pencurian.
"Siapa Mat Tajir?"
"Saya gak ingat persis namanya. Panggilannya Mat Tajir, gitu. Dia itu orang kuat, Pak. Pencoleng, copet, maling, rampok dan sebangsanya ia kenal. Kalau ada barang hilang ia bisa membantu,."
Yang dulu, Tan Saelan, orang China penjual minyak tanah itu, juga kemalingan sekotak perhiasan. Berkat bantuan Mat Tajir, semuanya kembali. Tidak ada yang hilang. Mas Tomo terdiam mendengarkan cerita Sodiq. Cuma biasanya ada syaratnya, Pak, Sodiq tiba-tiba menyela.
"Syarat apa?"
"Ada uang jasa. Ini kan wajar. Bapak kan pasti tahu lah."
"Berapa?"